Widget by Blogger Buster

20 Jun 2011

Ingatan Dalam Kenyataan


Ingatan Dalam Kenyataan

hari ini sebuah perjalanan mendadak terpakasa harus ku lalui, perjalanandari rumah menuju sebuah tempat dimana aku akan belajar kelak. Perjalanan ini cukup terpakasa, karena seharusnya bukan hari ini jadwalku untuk pergi kesana, dan tentunya aku harus membatalkan semua perjanjian dan kegiatanku hari ini. Sial memang, namun mau bagaimana lagi?
Hamparan rumah mewah sampai rumah tak mewah menemani perjalananku ini, hamparan ssawah garam juga menjadi pemandangan yang cukup membuatku bosan dan bertanya-tanya. Aku ingat sebuah kabar burung beberapa bulan yang lalu yang mengatakan bahwa garam di Indonesia akan mengimpor dari luar negri, lalu aku bertanya apakah garam di negaraku kurang asin? Apakah laut di negaraku sudah tak bergaram lagi? Apakah negaraku tak punya laut? Bagaimana dengan nasib dengan para petani garam? Apakah pemimpin negaraku setara dengan udang? Aku melihat jerih payah para petani garam meskipun hanya dalam perjalanan, namun aku tak bisa membayangkan bagaimana lelahnya bertani garam, dan kalian tahu garam di toko depan rumahku hanya seharga Rp. 300 untuk tiap bungkus, dimana bungkus itu cukup besar dan bisa digunakan memasak ibuku selama berminggu-minggu. Ah, semga kabar yang aku dengar hanyalah kabar yag dibuat oleh orang-orang yang buta akan luasnya lautan negaraku.
Aku sampai di tempat tujuanku, di pondok pesantren di daerah Pati. Aku pernah kemari, dwaktu pertama kemari aku cukup tertegun dengan semua yang ada di sini, kedisiplinan mereka, ketaatan mereka, dan kesadaran mereka. Aku sadar, aku tidak ada apa-apanya dibandingakan dengan mereka. Ini bukan soal ilmu, ini tentang pengalaman. Mungkin aku selama ini mendapat pengalaman dari guru-guru SMPku, dan aku sangat berterima kasih akan hal itu, meskipun aku tidak pernah mengucapkan terima kasih pada mereka, namun di sini aku merasa kecil dan tidak ada apa-apanya.
Hari saat aku bertandang kemari ini, ternyata adalah hari penerimaan hasil belajar kepada orang tua, semua kegiatan aku lihat dipersiapkan oleh para santri yang aku pikir masih sekolah setingkat SMA. Aku jadi teringat saat aku merasa membohongi orang tuaku dulu ketika penerimaan rapor SMP kelas 8 dan 9. Yah, saat kelas 8-9 aku memang jarang belajar tidak seperti saat aku masih kelas 7 atau bahkan SD yang bisa ku kuatakan amat rajin belajar, namun niliai yang diterima masa itu cukup baik meskipun tak sebaik saat masih kelas 7, jujur bisa aku katakan itu bukan nilai beberapa mata pelajaran yang ada dirapor aku yakin bukan nilai hasil kerjaku. Aku senang membuat orang tuaku tersenyum, namun kadang mataku tak bisa menahan sedikit tetesan air mata saat aku ingat itu bukan hail yang sebenarnya, dan itu artinya aku membihingi mereka. Itu masa lalu. Ya , memang masa lalu, tapi cukup membuat aku agak malu, terlebih saat melihat beberapa santri di sini mendapat pengumuman hasil belajar mereka yang sudah terbukti murni karena tesnya bukanlah bersama namun satu per satu. Beberapa dari mereka ada yang tidak naik kelas karena belum mampu menghafal syi'ir Imriti maupun Al-Fiyah. Namun aku heran orang tua mereka tetap memberikan senyuman semangat, bahkan tak memarahi mereka-mereka yang gagal itu. Aku sadar benar kata guruku SMP, di pondok ini yang terpenting bukan soal nilai namun pengalaman putra-putri mereka. Aku jadi tertawa kecil saat ingat ada anak yang dimarahi orang tuanya bahkan tidak boleh keluar rumah dan dikunci serta dibebani untuk belajar dan membaca lagi buku-buku pelajaran. Aku tak menyalahkan dan membenarkan, semua memiliki hak masing-masing.
Menurutku tidak ada ilmu yang tidak berguna, namun sepertinya pendapatku itu tidak berlaku kepada orang yang duduk disebelahku seusai sholat dluhur. Dari pembicaraannya selama berjam-jam dengan rekannya, aku sedikit banyak mendengar dan memahami orang itu. Aku tahu bahwa orang ini cukup mendewa-dewakan ilmu agama, itu tak salah itu juga kebebasannya. Benar juga tidak ada hitam putih, yang ada abu-abu, aku kembali ingat salah satu obrolanku beberapa waktu lalu dengan guruku.
Cukup banyak pelajaran yang aku dapat hari ini, bahkan lebih banyak dari pelajaran di kelas dulu. Di sini kelak aku membuat sebuah jejak, gagal berhasil urusan nanti bagiku, dalam catatanku yang terpenting adalah melakukan semuanya tanpa ada paksaan. Kakiku siap melangkah lagi.

0 comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More