Widget by Blogger Buster

Linux Jatirogo

Selamat datang di Sahabat DW. Sebuah blog berisi tulisan amatir seorang siswa dan penggila Open SOurce Software

Sahabat DW

Kenanglah, karena kenangan terciptu untuk dikenang. Sebuah kenangan akan sangat berarti jika dapat merasakan makna dari kenagan yang terkenang itu

Sahabat DW

Andaikan pengalaman dijual di toko-toko tentu pengalaman akan mudah didapatkan, dan tentunya di dunia ini nggak ada orang yg nggak berpengalaman.

Sahabat DW

Sebuah jejak akan hadir setelah kita memilih untuk melakukan sesuatu, baik buruk jejak tergantung pilihan kita

Sahabat DW

Jangan ragu untuk melangkah, karena takdir dan mimpi tidak pernah salah, mereka berjalan di jalan yang memang seharusnya. Mari abadikan semua ada pada kita dengan menulisnya

20 Dec 2012

Entah


Aku ingin kau mendengar lagu ini, dan semoga kau tahu apa yang aku rasakan.

(Pemuja Rahasia)
Kuawali hariku dengan mendoakanmu
Agar kau s'lalu sehat dan bahagia disana
Sebelum kau melupakanku lebih jauh
Sebelum kau meninggalkanku lebih jauh
Ku tak pernah berharap kau kan merindukan
Keberadaanku yang menyedihkan ini
Ku hanya ingin bila kau melihatku kapanpun
Dimanapun hatimu kan berkata seperti ini
Pria inilah yang jatuh hati padamu
Pria inilah yang kan s'lalu memujamu
Aha, yeah, aha, yeah
Begitu para rapper coba menghiburku
Akulah orang yang selalu menaruh bunga
Dan menuliskan cinta di atas meja kerjamu
Akulah orang yang kan s'lalu mengawasimu
Menikmati indahmu dari sisi gelapku
Dan biarkan aku jadi pemujamu
Jangan pernah hiraukan perasaan hatiku
Tenanglah, tenang pujaan hatiku sayang
Aku takkan sampai hati bila menyentuhmu
Mungkin kau takkan pernah tahu
Betapa mudahnya
Kau untuk di kagumiii... I
Mungkin kau takkan pernah sadar
Betapa mudahnyaKau untuk di cintaiii... I
Akulah orang yang akan selalu memujamu
Akulah orang yang akan selalu mengintaimu
Akulah orang yang akan selalu memujamu
Akulah orang yang akan selalu mengintaimu
Karena hanya dengan perasaan
Rinduku yang dalam padamu
Kupertahankan hidup
Maka hanya dengan jejak-jejak hatimu
Ada artiku telusuri hidup ini
Selamanya hanya ku bisa memujamu
Selamanya hanya ku bisa merindukanmu
Bukanlah maksud hati ingin apa-apa, aku cukup berharap kamu tahu. Aku tersenyum, melihatmu tersenyum. Terima kasih Agatha, untuk semua saranmu.

19 Dec 2012

Untuk Seorang Gadis



Aroma liburan seakan terhapus dengan mudahnya oleh perasaan ini, sejak jumpa kita hari itu aku berubah menjadi seorang lelaki cengeng. Kupikir ini karena racun cinta yang kuteguk saat kita bertatap kemarin. Racun itu telah membuat degup jantungku meningkat, semua perasaanku terkontaminasi wajahmu. Pikiranku menjadi tak terkendali, hanya kamu, kamu dan kamu.
Ini pernah aku alami saat aku jatuh cinta pertama kali, dan hari ini terjadi lagi. Sayang, tak kau enggan membuka hatimu, karena hatimu memang sudah ada yang mengisi, dan ia bukanlah aku. Beberapa lagu, aku jadikan perwujudan dari perasaanku, namun sayang kurang sempurna kupikir. Akhirnya kutulis celoteh ini.
Hari itu usai reuni MDPA, senyumanmu mulai bergelayut di renungku. Satu wajah yang manis menurutku. Mungkin boleh dibilang kita belum terlalu mengenal, hanya sama-sama tahu, namun begitulah cinta, cukup melihat satu kali dan akan menjadi candu alam hidupmu. Awal-awal masa liburan pernah kucoba utarakan isi hati ini padamu, namun sayang dengan polosnya kau beri tahu aku jika hatimu telah ada yang menjaga. Tak tahukah kamu, nada polosmu itu membuatku tersingkir dan terkucil dengan hati yang teriris. Satu malam pernah kita lewati dengan canda dan cerita ceria, kau tahu kupikir itu adalah salah satu malam terindah yang pernah aku miliki, namun pada malam berikutnya kau luluh lantakkan perasaan yang sejujurnya aku sendiri tak tahu mengapa datang padaku itu. Semua tuturmu mungkin lugu, tapi apakah kau tak pernah ingin untuk mencoba mengerti aku? Entahlah.
Tak hanya sekali, kau menawariku untuk menemanimu, sebenarnya bagiku itu adalah tawaran yang menggiurkkan, namun aku tak ingin sikap egois menggagahi diriku. Aku harus sadar, di belahan bumi sana ada yang sudah berjanji untuk menemanimu, dan kau tahu itu. Jika aku menerima tawaranmu, itu sama artinya dengan membunuh lelaki yang telah setia bersamamu selama 2 tahun itu. Aku tak ingin itu terjadi. Hai gadis, mengertilah, aku tak ingin kau memilih, karena aku bukan pilihan, dan kau tak perlu memilihku.
Bukankah sudah berkali-kali aku mengatakan padamu, aku tak ingin apa-apa darimu, cukup ijinkan aku menyayangimu, tapi kau mengatakan cukuplah sayangi sebagai teman. Mengapa kau membatasiku? Jangan pegang langkahku, kuingin bergerak, cukup mengerti. Itu yang kuinginkan.
Sebuah dilema memang, antara perasaan suka dan aku sebagai lelaki. Mungkin benar, semua mimpiku jauh dengan inginku. Hai gadis, jangan hiraukan apapun yang mengganggu tidur malammu, dengarkan nuranimu. Yang perlu kamu tahu, tak akan jadi masalah untukku jika kamu berandengan dengan siapapun, asal kau tersenyum itu sudah cukup bagiku, dan biarkan aku menyimpan jauh rasa ini.

Untuk Seorang Gadis


Aroma liburan seakan terhapus dengan mudahnya oleh perasaan ini, sejak jumpa kita hari itu aku berubah menjadi seorang lelaki cengeng. Kupikir ini karena racun cinta yang kuteguk saat kita bertatap kemarin. Racun itu telah membuat degup jantungku meningkat, semua perasaanku terkontaminasi wajahmu. Pikiranku menjadi tak terkendali, hanya kamu, kamu dan kamu.
Ini pernah aku alami saat aku jatuh cinta pertama kali, dan hari ini terjadi lagi. Sayang, tak kau enggan membuka hatimu, karena hatimu memang sudah ada yang mengisi, dan ia bukanlah aku. Beberapa lagu, aku jadikan perwujudan dari perasaanku, namun sayang kurang sempurna kupikir. Akhirnya kutulis celoteh ini.
Hari itu usai reuni MDPA, senyumanmu mulai bergelayut di renungku. Satu wajah yang manis menurutku. Mungkin boleh dibilang kita belum terlalu mengenal, hanya sama-sama tahu, namun begitulah cinta, cukup melihat satu kali dan akan menjadi candu alam hidupmu. Awal-awal masa liburan pernah kucoba utarakan isi hati ini padamu, namun sayang dengan polosnya kau beri tahu aku jika hatimu telah ada yang menjaga. Tak tahukah kamu, nada polosmu itu membuatku tersingkir dan terkucil dengan hati yang teriris. Satu malam pernah kita lewati dengan canda dan cerita ceria, kau tahu kupikir itu adalah salah satu malam terindah yang pernah aku miliki, namun pada malam berikutnya kau luluh lantakkan perasaan yang sejujurnya aku sendiri tak tahu mengapa datang padaku itu. Semua tuturmu mungkin lugu, tapi apakah kau tak pernah ingin untuk mencoba mengerti aku? Entahlah.
Tak hanya sekali, kau menawariku untuk menemanimu, sebenarnya bagiku itu adalah tawaran yang menggiurkkan, namun aku tak ingin sikap egois menggagahi diriku. Aku harus sadar, di belahan bumi sana ada yang sudah berjanji untuk menemanimu, dan kau tahu itu. Jika aku menerima tawaranmu, itu sama artinya dengan membunuh lelaki yang telah setia bersamamu selama 2 tahun itu. Aku tak ingin itu terjadi. Hai gadis, mengertilah, aku tak ingin kau memilih, karena aku bukan pilihan, dan kau tak perlu memilihku.
Bukankah sudah berkali-kali aku mengatakan padamu, aku tak ingin apa-apa darimu, cukup ijinkan aku menyayangimu, tapi kau mengatakan cukuplah sayangi sebagai teman. Mengapa kau membatasiku? Jangan pegang langkahku, kuingin bergerak, cukup mengerti. Itu yang kuinginkan.
Sebuah dilema memang, antara perasaan suka dan aku sebagai lelaki. Mungkin benar, semua mimpiku jauh dengan inginku. Hai gadis, jangan hiraukan apapun yang mengganggu tidur malammu, dengarkan nuranimu. Yang perlu kamu tahu, tak akan jadi masalah untukku jika kamu berandengan dengan siapapun, asal kau tersenyum itu sudah cukup bagiku, dan biarkan aku menyimpan jauh rasa ini.

Kumpulan Puisi Rania's Book


Rania

kembali berdesis raga yang telah kaku
hati-hati pilu berkobarlagi karena namamu
jiwa-jiwa lama kembali bangkit
dari kesempatan yang kian sempit
polos lisanmu bergemuruh lagi
dalam asa dalam sanubari
memori lama yang terbungkam
kini tak sanggu tuk tetap bersemayam
sesekali memang pernah kelam
tapi itulah kisah kita yang dalam
jalan tapak yang dulu kita lewati
kini jadi ukiran manis dalam hati
hati yang selalu ingin berpuisi
memuja kau, lentera hati
selamat malam Rania

15 Februari 2012
 ***

Sumade

ingin kuucap kata rindu ini padamu
kuceritak sebaris sajak cinta pilu
lalu,
kulantuntan lagu senandung asmara
untukmu
Jauh setelah kusadari arti cahaya ini
nur yang terpancar dari teduh matamu
terbias menjadi keindahan tersimpan
satu pandangan penggetar jiwa
sebuah nama berkobar dalam dada
wajah itu...
ciptakan asa yang tak biasa
merakit serpihan harapan baru
tersimpan rapi dalam sukma
ini bukan sekedar angan maya
ijinkan kubuka kembali hati ini
untukmu, dewi..

21 April 2012
 ***

Untuk Oktaviani

Tiga hari berlalu, sinar mentari masih kaku
semburat cahayanya kian bisu
udarapun kulihat membiru
12 gejolak muda kian berkecamuk
perlahan mimpi seakan tercabut
namun belum semuanya hengkang
satu mimpi itu masih kau genggam
terselip dalam tiap senyumanmu
bergelantungan di teduh pandangmu
terkucil dari langkahmu
maafkan aku untuk rasa kagum ini
kau kurindu, hai pencair beku

*Usai Kemah di Jepara
 ***

dalam rindu tebal, kau tambahkan ribuan sesal

matahri hampir terbenam, sayang
kah masih pula enggak kau datang
kapas senja tebentang melintang
wahai sang malam
injinkan kutumpahkan rinduku padamu
sang bintang
syairmu memang menyentuh lubuk
tatapnya itulah senyumku
hilang arumnya rajut sesalku
jua punahkan asaku
matahari benar-benar terbenam, sayang
kah segan dirimu datang

22 Mei 2012
 ***

Coretan & Kerinduan

pena mulain menari kembali, menulis luapan hati yang tengah ria berpuisi, kaulah yang kembali dalam memori, mengirim rindu pada nurani.
Setiap hari hanya bualan soal penantian. Sesuatu dalam ketidak pastian memang sring jadi harapan, juga langkah yang semog tak hanya impian dalam khayal dan selamanya semoga aku tak terhapuskan.

14 April 2012
 ***

Murung

Tanah, kah kau masih marah
para sahabatmu gusah lihat kau gundah
kau sadar, rombongan padi juga gelisah
rasakanlah harapan sang istri kian resah
kah masih kau tega berulah tingkah
Tanah, kah kau masih geram
dengarlah para cangkul terdiam
mereka tunduk tiada gumam
hari itu, mungkin air sedang muram
sejuknya tak kuasa buat dia padam
maaf untuk semua lebam
Tanah, kah kita masih berkawan
kami rindu kau tumbuhkan harapan
kah tak pula engkau kasihan
jiwa terupuruk yang kelaparan
Tanah, kah kan kauberi lagi harapan itu,
untuk kami.

27 Juni 2012
***

Nasib
:Oi. . .

Mak, aku ingin menangis. Tempat mainku sudah habis. Gedung-gedang
dan rumah megah kini makin rapi berbaris. Amis. Mak, bapak dilamar
pengemis. Rambut mereka klimis. Dalam pinangannya terselip janji manis.
Kata bapak ini soal bisnis. Kudis. Mak, bapak sekarang bapak jadi selebritis. Di
banyak media nama bapak tertulis. Tanah bilang bapak orang kritis tapi krisis.
Konon saat ini bapak berakhir tragis. Sadis.
Mak kah aku boleh menangis...

Tuban, 2012
 ***

Colong
:melodi hitam-kelam

Aku geli ingat manusia. Tingkah mereka bagai lupa usia. Aku tergelitik,
lupa jika manusia makhluk yang hebat. Ahli lolos dari segala jerat. Aku
terpingkal, ingat manusia bani Adam. Mereka bilang aku ini makhluk haram.
Bahkan diberikan stempel jahanam. Benar. Akulah si pencuri. Pekerja keras
kala malam hari. Uangku, uang tuanku. Upahku tak begitu besar bagiku.
Bukanlah diriku ini makhluk keji. Yang lihai sembunya dan sangar soal
menghianati. Aku memang tak sepandai manusia berdasi. Yang pandai tipu
sana-sini. Satu malam jatahku cukup satu almari. Aku belum ahli soal korupsi.
Jatahku hanya satu almari. Bukan seribu anak negeri sendiri.

Batam, 2012

***
Tentang Pilihan
:Buanglah jika ada keraguan

Di alismu butiran hujan setia bertahan. Sumbang suaramu bernadakan
penantian. Katakan. Kah kau rasa kerinduan? Kulelah. Tak sanggup lagi aku
kau jadikan sandaran. Untukmu, cintaku bukanlah harapan. Cobalah kau
relakan. Hentikan. Air matamu bukan penyelesaian. Hanya awan hitam yang
membeban. Rania, tidurlah. Dalam mimpi kan kau temu jawaban. Tentang aku
dan sebuah pilihan.

Pati, 2012
***

Cemas, kau tak kunjung datang

kusibak makna selendang senja. Berharap. Satu kata berjuta rasa. Ingin rasanya kubungkam raungan senja yang gelisah. Berharap mampu menghapus wajahmu. Kembali berharap. Menatap laju surya, mencoba mengartikan sinarnya. Lalu terbias kembali wajahmu, tampak sebuah kesempurnaan. Namun, lagi-lagi gelap tak kuasa kubendung, bayangmu hengkang dari renung, rania, kang enggak kau datang kembali, perhatikanlah bulan, ia berbisik tentang puisi kerinduan.

Rania
***

Kado dan Ilusi

kukutiup api kecil yang tengah riang menari, sembari terpejam, kuhembuskan sedikit angin melawan terangnya lilin-lilin kecil, lalu hati sejenak tergagu sebelum akhrinya otakku memutar semua yang pernah terlewati. Melihat itu, jantungku cepat berdegup, hatikupun sempat memohon agar engkau dan aku selalu bersama, namun saat kubuka mataku, semuanya hilang. Tak ada seorangpun kudengan mengucapkan selamat, tak ada riuh tangan beradu, pun tak pula ada lilin-lilin kecil, mungkinkan hidupku ini hanya ilusi

30 Agustus 2012
***

Kembali berlayar
Kukirimkan kembali padamu sepucuk kerinduan ini bersama ombak yang yang menggelombang, kan kutitipkan barisan frasa ini pada angin riang yang berhembus membawa keceriaan, berharap bersamanya, pasir-pasir cinta yang telah kususun rapi ini apat kau genggam. Juga bersama udara malam, kuharap dapat kau hirup nafas asmara ini, sehingga bersatu dengan aliran darahmu, berjalan mengitari urat nadimu, dan semoga saja dapat tertambat di dermaga hatimu. Lalu bukalah pintu hati itu, rentangkan panji-panji asmara kita, karena kita akan mulai berlayar, kau dan aku membelah samudra cinta

30 Agustus 2012
***

Tak mampu

Cinta adalah kerisauan. Menjadikan hidup tak karuan. Selalu menciptakan hasrat untuk memuja dirinya. Membuatku belajar mencoba menyusun rapi ribuan kata bagai pujangga, namun sayang, tiap kali kucba rangkai kalimat manis, tak pernah sekalipun hadir puisi romantis. Lalu kucoba lagi mengguratkan pena, namun enggan pula hadir larik syair yang sempurna, selalu saja yang hadir hanya bualan mesra bertulis “kau kucinta”

31 Agustus 21012
***

Dia Datang

Ssst! Diamlah, hai dara
sempurna sudah, linang matamu
rajutkan kisah, lara itu
hengkah sudah, pilumu

indah

27 September 2012
***

<Untitled>

Terbujur aku
menunggu hari tiada
berlalu

Rania 2012
***

Lepas

dan lepas sudah apa yang membebaniku selama ini. Merenung aku, lalui jalan dengan ribuan liku, cambuk itu, hal terindah yang membangunkan aku dari mimpi kelabu. Lepas, dan memang telah bebas, kembali bergerak dengan nafas tak terikat.

Rania. 2012
***

lanc*r

neg ra neg ora
ora neg ra neg
neg ora neg ra
ra neg ora neg

neg ra ora neg
ora neg neg ra

gu gak ga
ga gak gu

ga gag gu
gag gu ga
gag ga gu

gu neg ra gag ora ga
gu ora neg ra gag gu

Rania, 2012
***

Gagal

5 menit
.
.
terlalu sempit untuk mencoba
menyusun kata bermakna cinta
terlalu sulit untuk bangkit
dari hati yang terlilit
.
bukan berkelit
.
.
. 4 menit

Rania, 2012
 ***

Terbuang

dan jatuhlah aku dipelukan malam
sunyi memang jika hati tak bertuan
kapal cintaku pernah ingin tenggelam
saat hatimu berkata enggan
kujadikan tambatan, rindu ini
bagaikan celoteh camar di lautan
selamanya terabaikan
bagai bengis dingin jalanan
dengan pisaunya yang menyayat
nadi yang waktu
menjerat tiap debu rindu
.
dan berthanlah aku dalam kesendirian
perlahan kudekap remang lampu jalan,
angin berbisik
panggil kawan

rania, 2012
***

Do'a

kah bukan engkau dewi yang kunanti
dalam sepi, tahajudku berlari
dan mencekik waktu yang menghantui
tasbihku merintih, perlahan
bisiknya hapuskan kesedihan
lama aku tertunduk sujud, menunggu
semoga lenyap semua amal yang tak patut
ah, demi engkau maha suciyang paling suci
jawablah jangan ingkari, kah pantas dewimu
kudampingi.
Kudengar senyumnya merekah
menungguku di segar jannah

Rania, 2012
***

Hasrat

Aku tak pandai berhikayat
padahal hati sering tersayat
bukanlah aku pelit nasihat
hanya saja lidah tak pandai
bersilat

Rania, 2012

***
Pupus

Terbentang dan meninggi, langitku enggan menanti. Awan gemawan tipis memang terlihat manis, kicauan burung-burung adalah suara yang mulai mengering. Tak lagi keeolakan itu hinggap di hati, sebab waktu telah menghunus semua nada. Dan sendirilah aku di bawah langit bernama sunyi, lalu aku menanti.

Rania, 2012
***

Untukmu

terang cahaya meremang bulan menyapa kalbu
kubuka jendela mencari ketenangan, sang bayu
dengan lembut menyapa nurani, kubalas sapa itu
hai dewi...
riang malam seakan mengirim pesan,
gumpalan kerinduan membiru
yang membenanam diantara dua kalbu
lalu kucoba bercerita pada sang waktu
ia memang setia iringi kisahmu
suka nestapamu kini jadi cerita
lara bahagia kadang berbicara
berikan sebuah hikmah nyata
lalu, beranjaklah aku coba rangkai rasa
hari ini rasa itu menjelma jadi frasa
dan kusimpan dalam sukma

28 Oktober 2012
***

Kenangan

i
Tersadar aku dalam lelah malam
bersandar
kutunggu pagi yang telah berjanji
jua mentari yang akan berseri
terjaga mataku den engganlah ia terpejam
entahlah mungkin dia punya alasan
ia berkata tiap pesan butuh balasan
bukankah itu pula yang kau harapkan
sobat, inilah goresan dari apa yang telah kau berikan

ii
tersenyum aku meraba tulisanmu
kubayangkan setetes embun bergelantungan
di kelopak matamu
menerjemahkan rasa menjadi frasa
lalu
kubaca frasa itu
tak terasa bibirku membusur
angin yang berlalu
menjelma suaramu
aih, entah apa yang sedang berlaku
kutak tahu

Rania-Setia, 2012
***

Senyum itu

Sebusur senyum itu
bukanlah milikku
pun aku slalu menunggu dalam ragu
pada hawa kutitipkan pesan
sebaris sajak kerinduan
untukmu tiada bukan
kembali engakau tersenyum
lalu hatiku meranum
seolah berkata mafhum

Rania, 2012
***

Mahayana

Kemudian kau hampiri malam
dengan mahyanamu
mengajakku berkelana melawan
batu
menyayat waktu yang berjalan
hendak membunuhmu, lalu
di atas mahayana itu berhentilah
semua waktu
hanya tinggal kau dan aku
dalam kisah biru

Rania, 2012
***

mencoba

masih gagal kurajutkan kaba
lariknya tak bernada
syairnya kesepian makna
kabaku kaba rindu
tercurah dari hati benalu
kucoba bangun irama bagai bahtera
lalu kutiupkan padanya al-hawa
semoga dihatimu ia berdermaga
kabaku kaba asmara
menerjemahkan frasa menjadi rasa
teguh kabaku bagai dlomir 'Na'

Rania, 2012
***

Kau puisiku

mari akan kusimpan wajahmu dalam bait-baitku. Kuharap kisah kita selalu dalam rimanya. Kaulah puisiku, sajak cinta dengan sejuta keindahan. Kaulah puisiku, syair asmara yang setia kujaga saat malam terbentang. Kaulah puisi itu, barisan frasa yang rajin kubaca, teman setia menanti datangnya mati.

Rania, 2012
***

Bahtera

Akan aku lukis sebilah layar dimatamu
supaya hengkang dendam temarammu
akan kulukis pula angin pada dermaga hatimu
agar perahu dendammu segera berlabuh
ingatlah di seberang sana telah menati sang subuh
aku prcaya setiamu masih di dermaga kelabu,
maka ijinkan aku menjemput dan penuhi janji itu.

Rania, 2012
***

mencari janji

Semalam suntuk aku bercinta dengan para bintang, menunggu subuhmu yang telah berjanji. Begitu gemulai angin malam itu, tiap lekuk geraknya bagai kesaksian dan hiburan kesedihan
semalam suntuk aku bercinta dengan bintang-buntang, kudekap mereka enggan kulepaskuan, tangan lembutnya mengikat hatiku, seakan tak rela untuk terlupa
semalam suntuk aku bersama bintang, menghiraukan rasa cemburu sang rembulan. Masih dalam selimut malam, erat kugenggam bintang yang mulai pudar bersama tetesan mendung. Lalu, kuajak ia beranjak, berlari mencari janji pagi.

Rania, 2012

***

When We Still Together. . .


Semua perlu titik pembatas, ada benci ada kasih, adanya duka tentunya karena tawa telah tercipta. Saat kita berjumpa dan bertemu tentunya kita harus sadar, bahwa suatu hari nanti kita akan berpisah, soal waktu itu bukan urusan kita.
Banyak kenangan-kenangan yang hari ini hanya sebatas menjadi lamunan disaat matahari hendak pulang ke peraduan. Kita pernah bersama dan semoga tak kaulupa.
Karena kau adalah sebuah kisah
Aku dan Nia pernah bersama, lewati teriknya asmara dan cerianya waktu. Sebuah hal istimewa bagiku adalah ketika pada akhirnya kita duduk di dalam kelas yang sama dan bangku yang cukup berdekatan. Pun hari itu tak ada lagi sapa mesra di antara kita namun kita tetap bersama, tersenyum dan bercerita seolah tak pernah terjadi sesuatu antara kamu dan aku. Hari itu masih ada senyummu, dan sedikit masih tersisa getaran rasa dalam lubuk hatiku. Ah, semua begitu manis, hingga kita benar-benar berpisah.





Persahabatan kita seperti ombak di laut

 
Saat di Kwan Sing Bio Tuban

Pantai Bulu dan Kota Tuban itu saksi kenangan. Mereka menjadi saksi langkah-langkah sombong di masa kita bersama. Dulu kita menganggap kitalah yang terhebat, candaan dan berbagai statmen telah terpatri dalam hati kiat, soal bersama itu menyenangkan. Kisah kita seperti ombak, terkadang surut dan lebih sering pasang, tentu pertengkaran adalah karangnya namun kita pernah membuktikan bahwa jiwa-jiwa kita sekokoh patung dan bangunan di Kwan Sing Bio.



Keluarga Baru
Kawan, seperti pohon yang terus tumbuh, begitupun aku. Dan disaat tumbuh itu, banyak hal-hal baru yang kutemukan, kupikir memang perpisahan adalah titik yang berarti karena dari sanalah kita akan menjadi lebih luas, jika dulu teman kita dan kenangan kita hanya sebatas jalan yang mampu kita tempuh, maka saat kita berpisah batas itu memang takkan hilang karena batas selalu ada hanya lebih luas dari sebelumnya.
Aku termangu, kalian sekarang dalam lamunan
Dan hari ini, aku bersama mereka, berjalan di atas lintasa bernama waktu. Kembali akan kuukir ribuan cerita selayaknya kita dulu. Bersama Andik, Jastro, Dewi, Pethel, Yulia, Agung dan semua. Mungkin ini terlambat, namun harus aku ucapkan terima kasih untuk kalian, Agatha, Anin, Krisna, Nia, Rina, Frans (balung), Slowrenk, semua. Terima kasih telah mendampingiku berjalan dan berlari menantang waktu.

18 Dec 2012

P.I.D


“Paper In Drawer”
Alat Komunikasi Para Santri

Alhamdulillah, sudah beberapa pekan aku lewaati dengan perasaan gembira di Pondok Pesantren Roudlotul 'Ulum ini. Tak terasa sebentar lagi sudah menginjak bulan suci Romadlon, banyak hal yang aku temukan di sini, termasuk salah satunya adalah alat komunikasi yang bisa dikatakan adalah perkembangan dari surat, meskipun demikian alat komunikasi ini cukup menarik perhatianku.
Awalnya aku cukup bingung dengan sistem komunikasi macam ini, namun pada akhirnya aku paham juga, cara/sistem komunikasi ini mungkin bisa disebut “Paper In Drawer” alias P.I.D alias kertas dalam laci. (Maaf kalo salah, soalnya belum lihat kamus). Aku menganggap latar belakang adanya sistem komunikasi macam ini dikarenakan keinginanan para santri untuk berkomunikasi sekaligus mempererat tali persaudaraan dengan teman lawan jenis namun tidak dapat terwujud lantaran larangan membawa hp.
Cara kerja P.I.D ini cukup sederhana, yakni dengan menulis sesuatu pada sebuah kertas kemudian saat jam pulang sekolah tinggalkan kertas tersebut pada laci meja teman yang ingin diajak berdiskusi, nah ketika sore hari kelas akan digunakan oleh anak-anak putri sehingga secara otomatis yang bersangkutan akan membaca dan membalas serta meletakkannya pada laci yang sama, nah keesokan harinya barulah akan dibaca oleh si pengirim, beitu seterusnya.
Bagaimana? Tertarik?? eits,. Tinggu dulu, semua hal yang diciptakan manusia pasti memiliki dua sisi yakni positif dan negatif. Nah dampak positif dari P.I.D ini salah satunya adalah menjaga “Hablum min an-nas” atau hubungan antar manusia sebagai mana yang telah dianjurkan dalam Al-Qur'an agar selalu mempererat tali persaudaraan, kedua dapat saling berbagi pengalaman dan tentu dapat dijadikan tempat diskusi, secara otomatis wawasan bisa sedikit bertambah, sedang wajah negatif P.I.D salah satunya adalah kecenderungan untuk menganggu pelajaran, kalau soal privasi tentunya para santri harusnya belajar dulu kitab akhlaq.
Lalu, apakah kegiatan macam ini termasuk pelanggaran UU di pondok? Umm.... bisa jadi, jika ini mengganggu kegiatan belajar mengajar, namun selain itu mungkin ini BUKAN atau mungkin juga BELUM dianggap sebagai pelanggaran, karena belum tertera dalam UU peraturan, selain itu, berkomunikasi dan menulis adalah kebebasan setiap individu, dengan berkomunikasi peluang untuk menambah wawasan cukup besar, namun dalam berkomunikasi tetap harus tetap memegang teguh etika dan akhlaqul karimah.
Jadi pada intinya, asalkan para santri tetap mau memegang teguh etika, maupun akhlaqul karimah insyaalloh bekomunikasi termasuk P.I.D tidak menjadi masalah dan tentunya dampak negatif dapat diminimalisir. Satu hal lagi, komunikasi adalah milik semua makhluk, dan mungkin perkembangan zaman sangat sulit di kendilkan, namun agama dan keimanan serta ketaqwaanlah yang dapat membatasi serta mengurangi resiko buruknya.

LINUX IS NOT WINDOWS!

LINUX IS NOT WINDOWS!



Problema #1: Linux itu tidak terlalu sama dengan Windows

Anda akan terpukau seberapa banyak orang yanng mengajukan keluhan ini. Mereka berdatangan ke Linux, berharap menemukan Windows yang gratis dan open-source. Seringkali ini yang apa mereka dengarkan dari penggemar obsesif Linux. Namun, ini adalah harapan paradoksial.



Alasan-alasan spesifik kenapa orang mencoba Linux sangat beragam, namun alasan utama terurai menjadi satu hal: mereka berharap Linux lebih baik daripada Windows. Faktor-faktor yang biasa menjadi penanda sukses adalah biaya, pilihan, performansi dan keamanan. Sebenarnya banyak lagi, tapi tiap pengguna Windows yang mencoba Linux mencobanya karena mereka berharap Linux lebih baik daripada yang mereka punya sekarang.



Itulah problemanya.



Secara logika, sangatlah mustahil untuk sesuatu menjadi lebih baik dari sesuatu yang lain, namun tetap sepenuhnya mirip. Sebuah salinan mungkin saja sama, tapi tidak akan melampaui. Jadi, ketika Anda mencoba Linux dengan harapan bahwa ia akan lebih baik, Anda secara tidak langsung berharap Linux akan berbeda dengan Windows. Kebanyakan orang mengabaikan fakta ini, dan tetap teguh bahwa tiap perbedaan antara kedua OS tersebut merupakan kegagal dari segi Linux.



Sebagai contoh sederhana, ambil saja upgrade driver: seseorang biasanya mengupgrade sebuah driver perangkat keras pada Windows dengan mengunjungi situs perusahaan yang terkait dan mengunduh driver barunya; sedangkan pada Linux Anda perlu mengupgrade kernelnya.



Ini artinya bahwa satu unduhan dan upgrade dari Linux akan memberikan Anda driver terbaru yang ada untuk mesin Anda, sementara pada Windows, Anda perlu browsing banyak situs dan mengunduh semua upgrade-annya satu-per-satu. Walaupun proses yang sangat berbeda, namun bukan proses yang tidak bagus. Tapi banyak orang mengeluh karena mereka tidak terbiasa dengannya.



Atau, untuk suatu contoh yang mungkin Anda lebih kenal, kita ambil Firefox: salah satu kisah sukses bagi dunia open-source. Sebuah peramban web yang menyerbu dunia. Apakah ia sukses karena menjadi imitasi sempurna dari Internet Explorer, yang dulunya peramban paling terkenal?



Tidak. Ia sukses karena ia lebih bagus dibandingkan IE, dan ia lebih bagus karena ia berbeda. Ia mempunyai rambanan ber-tab, penandaan langsung, searchbar yang terintegrasi, dukungan untuk PNG, ekstensi adblocker, dan banyak hal lagi. Fungsi "Find" muncul pada toolbar disebelah bawah ketika Anda mulai mengetik dan mencari kesamaan selagi Anda menulis, dan berubah merah ketika tidak ada kesamaan. IE tidak mempunyai tab, tidak ada fungsionalitas RSS, searchbar hanya pada extensi pihak ketiga, dan sebuah dialog "Find" yang membutuhkan klik pada tombol "OK" untuk mulai mencari dan klik pada "OK" lagi untuk menghapus pesan error "Not found". Sebuah demonstrasi yang jelas dan kuat sebuah aplikasi open-source mencapai sukses dengan menjadi lebih baik, dan lebih baik dengan menjadi beda. Jika seandainya FF adalah sebuah klon IE, ia akan menghilang kedalam ketidak-jelasan. Dan jika Linux adalah sebuah klon Windows, hal yang sama akan terjadi.



Jadi solusi untuk problema #1: Ingat bahwa dimana Linux itu familiar dan sama dengan apa yang Anda terbiasa, berarti ia tidak baru dan lebih baik. Selamat datang ke tempat dimana semuanya itu berbeda, karena hanya disinilah ia dapat kesempatan untuk bersinar.



Problema #2: Linux terlalu beda dengan Windows

Isu berikutnya muncul ketika orang memang berharap Linux untuk beda, tapi menemukan bahwa beberapa perbedaan terlalu radikal untuk preferensi mereka. Mungkin contoh terbesar dari ini adalah luasnya pilihan yang tersedia untuk pengguna Linux. Dimana pengguna Windows punya dekstop Classic atau XP dengan Wordpad, Internet Explorer dan Outlook Express terpasang, Linux mempunyai ratusan distro untuk dipilih, lalu GNOME atau KDE atau Fluxbox atau apa, dengan vi atau emacs atau kate, Konqueror atau Opera atau Firefox atau Mozilla, dan seterusnya.



Seorang pengguna Windows tidak terbiasa dengan banyaknya pilihan. Pesan "Haruskah saking banyaknya pilihan?" sangat umum ditemukan.



Perlukah Linux berbeda sangat daripada Windows? Lagipula keduanya sistem operasi. Keduanya bekerja serupa:

nyalakan komputer Anda & memberikan Anda sesutau untuk menjalankan aplikasi. Seharusnya, 'kan kurang lebih sama? 

Lihat dari segi ini: coba keluar dan lihat semua jenis kendaraan yang mengemudi di jalan. Semua kendaraan ini dibangun dengan tujuan yang kurang-lebih sama: agar mengantar Anda dari A ke B dengan menggunakan jalan. Catat semua variasi pada desainnya.



Tapi Anda mungkin berpikir perbedaan pada mobil agak minor: mereka punya setir, kontrol pedal kaki, persneling, rem tangan, jendela & pintu, tangki bensin... Jika Anda bisa mengemudi satu mobil, Anda bisa mengemudi mobil apa saja.



Betul juga. Tapi tidakkah Anda melihat bahwa beberapa orang tidak mengemudikan mobil, namun malahan sepeda-motor?



Berganti dari satu versi Windows ke versi lainnya bagaikan berganti dari satu mobil ke mobil lainnya. Win95 ke Win98, jujur saya tidak tahu bedanya. Win98 ke WinXP, perubahan besar, tapi tidak ada yang mayor.



Namun berganti dari Windows ke Linux bagaikan perpindahan dari mobil ke sepeda-motor. Keduanya mungkin SO/kendaraan jalan. Keduanya mungkin memakai perangkat keras/jalanan yang sama. Mereka mungkin menyediakan lingkungan untuk menjalankan aplikasi/mengantar Anda dari A ke B. Tapi keduanya menggunakan pendekatan berbeda untuk melakukan itu.



Windows/mobil tidak aman dari virus/pencurian kecuali Anda memasang antivirus/mengunci pintunyaLinux/sepeda motor tidak mempunyai virus/pintu, sehingga sangat aman tanpa Anda harusmemasang antivirus/mengunci pintunya.



Atau lihat dari segi sebaliknya:



Linux/mobil diciptakan untuk banyak pengguna/penumpangWindows/sepeda motor didesain untuk satu pengguna/penunggang. Tiap-tiap pengguna Windows/penunggang sepeda motor terbiasa dengan kendali penuh untuk komputer/kendaraan yang dimilikinya. Seorang pengguna Linux/penumpang mobil terbiasa dengan kendali komputer/kendaraannya bila login sebagai root/duduk dibangku pengemudi.



Dua pendekatan berbeda untuk memenuhi tujuan yang sama. Mereka berbeda pada cara-cara fundamental. Mereka mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Sebuah mobil jelas pemenangnya untuk mentransportasi sebuah keluarga dan bawaan yang banyak dari A ke B; lebih banyak tempat duduk dan lebih banyak tempat penyimpanan. Sebuah sepeda motor jelas pemenangnya untuk membawa satu orang dari A ke B; tidak terlalu terpengaruhi oleh macet dan menggunakan lebih sedikit bahan bakar.



Banyak hal yang tidak berubah jika Anda beralih antara mobil dan motor; Anda tetap harus mengisi tangkinya dengan bahan bakar, Anda tetap harus mengemudikannya di jalan yang sama, Anda tetap harus mematuhi lampu lalu-lintas dan rambu-rambu, Anda tetap harus memberikan sinyal rehting sebelum berbelok, Anda tetap harus mematuhi batas kecepatan.



Namun ada juga hal yang berubah: pengemudi mobil tidak harus memakai helm, pengemudi sepeda motor tidak harus menggunakan sabuk pengaman; pengemudi mobil harus memutarkan setir untuk menikung pada tikungan, pengemudi sepeda motor hanya mesti memiringkan badan; pengemudi mobil berakselerasi dengan mendorong pedal kaki, pengemudi sepeda motor berakselerasi dengan memutar gas.



Seorang pengemudi sepeda motor yang mencoba membelokkan mobil dengan memiringkan badannya akan bertemu dengan banyak masalah sangat cepat. Dan pengguna Windows yang mencoba menggunakan keahlian dan kebiasaan mereka pada Linux akan juga menghadapi banyak masalah. Malahan, ahli Windows seringkali menumui lebih banyak masalah dibandingkan orang dengan pengalaman kecil dengan komputer, karena alasan ini juga. Biasanya, argumen bahwa "Linux tidak siap untuk penggunaan desktop" bersumber dari pengguna kesal Windows yang menegaskan jika mereka tidak bisa bermigrasi, seorang pengguna yang tidak berpengalaman tidak ada harapan. Tapi ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataannya.



Jadi, untuk menghindar dari problema #2: jangan berasumsi bahwa menjadi pengguna berpengalaman Windows berarti menjadi pengguna berpengalaman Linux; jika Anda memulai menggunakan Linux, Anda tetap memulai sebagai amatir.



Problema #3: Menghadapi Budaya Baru

Sub-problema #3a: Memang ada budaya

Pengguna Windows kurang-lebih berhubungan pelanggan-suplayer: mereka bayar untuk perangkat lunak, untuk garansi, untuk bantuan, dan seterusnya. Mereka berharap perangkat lunak mereka memiliki tingkat kegunaan. Sehingga, mereka terbiasa dengan memiliki hak pada perangkat lunak mereka; mereka telah bayar untuk dukungan teknis dan mempunyai hak untuk menerimanya. Mereka juga terbiasa dengan berhadapan dengan entitas daripada dengan orang; hubungan mereka adalah dengan perusahaan, bukan dengan manusia.



Pengguna Linux adalah sebuah komunitas. Mereka tidak mesti membeli perangkat lunaknya, mereka tidak harus membayar untuk dukungan teknis. Mereka mengunduh perangkat lunak secara gratis dan menggunakan IM & forum web untuk mendapatkan bantuan. Mereka berurusan dengan manusia, bukan perusahaan.



Seorang pengguna Windows tidak akan menahan dirinya dengan membawa sikap kebiasaannya ke Linux, agar menerapkannya.



Sumber permasalahan terbesar seringkali dalam hal interaksi online: seorang pengguna "3a" yang baru pada Linux meminta bantuan dengan suatu masalah yang sedang dia alami. Ketika dia tidak mendapatkan bantuan itu yang dia anggap sedemikian cepat, dia mulai mengeluh, memaksa untuk bantuan lebih, karena dia terbiasa dengan apa yang dia lakukan dengan dukungan teknis berbayar. Masalahnya adalah bahwa Linux bukanlah dukungan teknis berbayar. Linux adalah sekumpulan relawan yang ikhlas untuk membantu orang dengan masalah-masalah mereka dari kebaikan hati masing-masing. Pengguna baru tidak mempunyai hak untuk memaksa apapun dari mereka, begitu juga seseorang pengumpul sumbangan tidak mempunyai hak untuk memaksa untuk sumbangan lebih dari kontributor.



Dalam hal yang serupa, seorang pengguna Windows terbiasa dengan menggunakan perangkat lunak komersil. Perusahaan tidak merilis perangkat lunak kecuali ia sudah dapat dipercaya, dapat berfungsi, dan cukup ramah untuk pengguna. Jadi ini apa yang seorang pengguna Windows seringkali mengharapkan dari perangkat lunak; perangkat lunak tersebut mulai dari versi 1.0. Perangkat lunak Linux, tapinya, seringkali dirilis hampir selalu setelah ia ditulis; ia mulai pada versi 0.1. Dengan ini, orang-orang yang sangat membutuhkan fungsionalitas mendapatkannya segera; pengembang perangkat lunak yang tertarik dapat bergabung dalam mengembangkan kodenya, dan komunitasnya secara keseluruhan tahu apa yang terjadi.



Jika seorang pengguna "3a" berhadapan dengan masalah dengan Linux, dia akan mengeluh. Perangkat lunak tersebut tidak sesuai dengan standar-standarnya, dan dia berpikir bahwa dia berhak untuk mendapatkan standar itu. Perasaan dia tidak akan membaik jika dia mendapatkan balasan sarkastik seperti "Seandainya aku itu kamu, 'ku bakalan minta ganti rugi"



Jadi untuk menghindar problema #3a: ingat Anda tidak ada membayar pengembang yang menulis kode perangkat lunak ataupun orang-orang yang memberikan dukungan teknis. Mereka tidak berutang apapun kepada Anda.

Subproblema #3b: Baru vs. Lama

Linux memulai kehidupan sebagai hobi seorang hacker. Ia tumbuh ketika ia menarik lebih banyak orang berhobi sebagai hacker. Memerlukan waktu agak lama sebelum seseorang selain kutu komputer mampu melakukan pemasangan Linux dengan enteng. Linux bermulai "dari ahli, untuk ahli". Bahkan sekarang, mayoritas pengguna Linux adalah kutu komputer sejati.



Dan itu adalah hal yang bagus. Ketika Anda mempunyai masalah dengan perangkat keras ataupun lunak, mempunyai populasi kutu komputer yang banyak untuk mencari solusinya adalah nilai plus.



Tapi Linux telah mendewasa sejak hari-hari pertamanya. Ada distro yang hampir semua orang dapat memasang, bahkan distro yang dapat mengindentifikasi semua perangkat keras Anda tanpa gangguan. Ia telah menarik perhatian dari orang awam biasa yang tertarik karena Linux bebas dari virus dan murah untuk diupgrade. Seringkali ada perseteruan dari dua regu ini. Penting untuk direnungkan bahwa tidak ada senjata ampuh dari kedua pihak manapun; hanyalah kekurang-pahaman saja yang menyebabkan masalah-masalahnya.



Pertama-tama, ada kutu komputer sejati yang tetap menganggap semua pengguna Linux adalah kutu komputer juga. Ini berarti tingkat pengetahuan yang tinggi, dan seringkali penyebab tuduhan kesombongan, stratifikasi dan kekasaran. Dan kadang-kadang sebenarnya itulah kenyataannya. Tapi seringkali tidak; yang elit-lah yang mengatakan "Semua orang seharusnya tahu ini", sedangkan yang non-elit-lah yang mengatakan "Semua orang tahu ini".



Kedua, ada pengguna baru yang mencoba beralih setelah bertahun-tahun bersama SO komersil. Pengguna baru ini terbiasa dengan perangkat lunak yang dapat digunakan oleh semua orang, tanpa pengetahuan dalam.



Masalah muncul karena grup 1 terdiri dari orang yang senang menghambur-hambur SO mereka dan merakitnya sesuka dia, sementara grup 2 seringkali tidak berpihak bagaimana sebuah SO berjalan, asalkan SO berjalan.



Sebuah situasi paralel yang dapat memperjelas masalah ini adalah Lego. Bayangkan yang berikut:



Baru: Aku mau mainan mobil yang baru, terus semua orang bilang gimana mainan mobil Lego itu asik. Jadi ku beli Lego. Tapi pas pulang, aku cuman dapet sekumpulan balok-balok kecil di kotaknya. Mana mobilku???



Lama: Kamu mesti rakit mobilnya dari balok-balok itu. Itu intinya Lego.



Baru: Apah??? Mana ku tahu cara bikin mobil. Aku bukan mekanik. Darimana aku bisa cari tau cara bikinnya???



Lama: Ada buku kecil didalam kotaknya. Situ ada perintah-perintah gimana menyusun balok-baloknya supaya jadi mobil-mobilan. Kamu gak perlu tau, cuman perlu baca perintahnya aja.



Baru: Udah ketemu bukunya nih. Bakalan berjam-jam ngerakitinnya! Kenapa gak jual sebagai mainan mobil aja, daripada maksa supaya merakitnya??



Lama: Soalnya gak semua orang pengen merakit Lego mobil. Bisa dirakit jadi apapun yang kamu mau. Itu inti semuanya.



Baru: Kenapa enggak dijual sebagai mobil aja? Jadi orang yang pengen mobil, dapat mobil; orang yang enggak bisa ngerakitin sendiri. Ni sudah ku rakit, tapi banyak balok-baloknya yang copot kadang-kadang. Gimana dong? Pakai lem, ya?



Lama: Namanya juga Lego. Memang mesti copot-copot. Itu intinya.



Baru: Tapi aku gak mau copot-copotan. Aku cuman mau mainan mobil!



Lama: Terus buat kamu beli Lego?!



Sangat jelas bagi semua orang bahwa Lego tidak ditujukan untuk orang-orang yang hanya mau mainan mobil. Anda tidak akan menemui percakapan seperti yang diatas pada kenyataannya. Inti dari Lego adalah Anda bersenang-senang merakitnya, dan dapat membangun apapun darinya. Jika Anda tidak tertarik dalam hal perakitan dan pembangunan, Lego bukan untuk Anda. Sudah sangat jelas.



Sejauh kesadaran penggunna lama Linux, hal yang sama juga terjadi untuk Linux; ia open-source, dengan sekumpulan perangkat lunak yang 100% dapat dimodifikasi. Itu intinya. Jika Anda tidak ingin meng-hack komponennya sedikit-sedikit, kenapa dipakai?



Tapi ada banyak usaha dewasa ini agar membuat Linux lebih bersahabat untuk para non-hacker, sebuah situasi yang tidak jauh beda dengan mainan Lego yang sudah dirakit, agar membuatnya lebih diinginkan oleh lebih banyak penonton. Sehingga Anda dapat menemui percakapan yang tidak jauh berbeda seperti yang datas; pendatang baru mengeluh keberadaan aplikasi yang dianggap pengguna berpengalaman fitur penintg, dan tidak ingin membaca sebuah buku panduan agar dapat menjalankan sesuatu. Tapi mengeluh karena banyaknya distro atau perangkat lunak mempunyai terlalu banyak opsi konfigurasi atau perangkat lunaknya tidak dapat bekerja dengan sempurna, bagaikan mengeluh bahwa Lego dapat dirakit menjadi terlalu banyak model, tidak menyukai bahwa dapat dihancurkan ke balok-balok dan dapat dibangun menjadi banyak hal lain.



Jadi, untuk mencegah subproblema #3b: ingat bahwa apa yang sepertinya Linux sekarang tidaklah apa yang Linux itu dulu. Mayoritas terbesar dan terpenting di komunitas Linux, para hacker dan pengembang perangkat lunak, menyukai Linux karena mereka dibolehkan untuk merakitnya semau mereka.



Problema #4: Didesain untuk Sang Desainer

Pada industri mobil, Anda akan sangat jarang untuk menemui seseorang yang sama-sama mendesain mesin dan interior mobil, karena hal tersebut memerlukan keterampilan jauh berbeda. Tidak ada orang yang ingin sebuah mesin yang hanya kelihatan laju, dan tidak ada orang yang ingin sebuah interior yang bekerja dengan sempurna, namun kelihatan jelek dan sempit. Dan, pada hal yang sama, pada industri perangkat lunak, antarmuka tidak dicipatakan oleh orang yang membuat perangkat lunaknya.



Di dunia Linux, tapinya, ini sering bukan kasusnya. Proyek sering memulai sebagai mainan satu orang. Dia melakukan semuanya dengan sendiri, sehingga antarmukanya tidak membutuhkan fitur sejenis "ramah untuk pengguna". Sang pengguna tahu semuanya yang perlu diketahui tentang perangkat lunaknya, dia tidak membutuhkan bantuan. Vi adalah sebuah contoh bagus dari sebuah perangkat lunak yang sengaja diciptakan untuk seorang pengguna yang tahu bagaimana cara menjalankannya; sangat sering terdengar cerita dimana seseorang harus mehidup-ulang komputer mereka karena mereka tidak tahu bagaimanna lagi keluar dari aplikasi vi.



Namun, ada perbedaan penting antara programmer FOSS (Free, Open-Source Software) dan kebanyakan perangkat lunak komersil: Perangkat lunak yang diciptakan oleh sang programmer FOSS adalah sebuah perangkat lunak yang dia ingin pakai. Jadi, sementara hasil akhirnya tidak se-"nyaman" untuk para pemula, mereka dapat tenang mengetahui bahwa perangkat lunak yang mereka gunakan didisain oleh seseorang yang tahu apa keperluan pengguna ujung; penciptanya juga pengguna ujung. Ini sangat berbeda dengan perangkat lunak yang didesain oleh penulis perangkat lunak komersil yang membangun perangkat lunak untuk dipakai orang lain; mereka bukanlah pengguna ujung yang pintar.



Jadi sementara vi mempunyai antarmuka yang sangat jelek untuk pengguna baru, ia masih digunakan sekarang karena ia memiliki antarmuka yang luarbiasa ketika Anda tahu bagaimana kerjanya. Firefox diciptakan oleh orang yang sering meramban Web. The GIMP dibangun oleh orang yang menggunakannya untuk memanipulasi berkas grafik. Dan seterusnya.



Jadi antarmuka Linux serignkali menjadi ladang ranjau untuk para pemula. Walaupun ketenarannya, vi seharusnya tidak dibolehkan untuk pengguna baru yang hanya ingin menggonta-ganti perubahan kecil pada sebuah file. Jika Anda menggunakan perangkat lunak yang masih muda di siklus kehidupannya, sebuah antarmuka yang cantik dan ramah adalah suatu hal yang akan Anda temui hanya pada daftar "ToDo"nya. Fungsionalitas adalah prioritas utama. Tidak ada yang mendesain antarmuka hebat lalu mencoba menambahkan fungsionalitas sedikit demi sedikit. Mereka menciptakan fungsionalitas, lalu memperbaiki antarmukanya sedikit demi sedikit.



Jadi, untuk menghindar isu-isu #4: Carilah perangkat lunak yang memang ditujukan untuk digunakan oleh pengguna baru, atau terimalah bahwa beberapa perangkat lunak mempunyai vektor penyesuaian yang lebih tajam daripada kebiasaan Anda. Mengeluh bahwa vi tidak cukup ramah untuk pengguna baru adalah bahan tertawaan karena luput dari topik.



Problema #5: Mitos "Ramah Pengguna"

Ini adalah istilah yang besar pada dunia komputerisasi. Bahkan telah menjadi nama sebuah komik berbasis web. Tapi ini istilah yang sesat.



Konsep dasarnya bagus: bahwa semua perangkat lunak didesain dengan keperluan pengguna yang tertuju. Namun konsep ini selalu diartikan sebagai konsep tunggal, padahal bukan.



Jika Anda sering memproses berkas teks, perangkat lunak ideal Anda akan cepat dan tangguh, membolehkan Anda melakukan jumlah pekerjaan yang sebanyak-banyaknya dengan usaha sesedikit-sedikitnya. Jalan-pintas keyboard dan operasi tanpa tetikus akan menjadi kepentingan.

Namun jika Anda sangat jarang mengedit berkas teks, dan Anda hanya ingin menulis surat kadang-kadang, hal yang terakhir yang Anda ingin mau adalah susah payah belajar seputar jalan pintas keyboard. Menu yang rapi dan icon jelas pada toolbar akan menjadi ideal Anda.



Jelas sekali bahwa perangkat lunak yang memenuhi kebutuhan pengguna pertama tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna kedua, begitu juga sebaliknya. Jadi, bagaimana sebuah perangkat lunak dapat dikatakan "ramah pengguna" jika kita semua punya kebutuhan berbeda?



Jawabannya: ramah pengguna adalah istilah yang tidak sesuai, dan suatu istilah yang membuat suatu situasi susah kelihatan sederhana.



Sebenarnya apa maksud dari "ramah pengguna"? Dalam konteks yang sering dipakai oleh istilah tersebut, perangkat "ramah pengguna" berarti "perangkat lunak yang dapat digunakan hingga kompetensi yang sesuai oleh seorang pengguna yang tidak mempunyai pengalaman pada perangkat lunak tersebut." Sayangnya, ini mempunyai efek menjadikan antarmuka yang payah-namun-familiar jatuh pada kategori "ramah pengguna".

Subproblema #5a: Familiar itu ramah

Pada kebanyakan penyunting teks dan pemroses kata yang "ramah pengguna", Anda meng-Cut dan Paste dengan Ctrl+X dan Ctrl+V. Sangat tidak intuitif, tapi semua orang terbiasa dengan kombinasi ini, jadi mereka anggap sebagai kombinasi yang "ramah".



Jadi ketika seseorang berhadapan dengan vi dan menemukan bahwa d itu untuk Cut dan p untuk Paste, dia menganggap itu tidak "ramah" karena semua orang tidak terbiasa dengan itu.



Apakah kunci tersebut lebih unggul? Sebenarnya, iya.



Dengan pendekatan Ctrl+X, bagaimana Anda meng-Cut sebuah kata dari dokumen yang sedang Anda buka? (Tanpa menggunakan tetikus!)



Dari awal katanya, Ctrl+Shift+Kanan untuk memblok katanya.

Lalu Ctrl+X untuk meng-Cut-nya.

Pendekatan vi? dw menghapus katanya



Bagaimana meng-Cut lima kata dengan pengaplikasian Ctrl+X?



Dari awal kata-katanya, 


Ctrl+Shift+Kanan


Ctrl+Shift+Kanan

Ctrl+Shift+Kanan
Ctrl+Shift+Kanan
Ctrl+Shift+Kanan
Ctrl+X



Dan dengan vi?



d5w



Pendekatan vi sangat lebih versatil dan sebenarnya lebih intuitif; "X" dan "V" bukanlah perintah "Cut" dan "Paste" yang jelas ataupun gampang diingat, sementara "dw" untuk menghapus sebuah kata dan "p" untuk meletakkannya kembali sangatlah mudah. Tapi "X" dan "V" sudah menjadi kebiasaan kita. Jadi, sementara vi sangat lebih unggul, ia tidak familiar. Oleh karena itu, ia dianggap tidak ramah pengguna. Secara universal, hanya familiaritas adalah yang membuat antarmuka yang mirip Windows kelihatan lebih ramah. Sebagaimana kita pelajari pada problema #1, Linux memang seharusnya berbeda dengan Windows. Karena itupun, Linux selalu kelihatan kurang "ramah pengguna" dibandingkan Windows.



Untuk menghindari masalah-masalah #5a, Anda dapat mengingatkan diri Anda bahwa "ramah pengguna" bukan berarti "Apa yang biasa buat saya". Cobalah melakukan tugas-tugas Anda biasa saja, dan jika tidak berhasil, cobalah berpikir sebagai pemula.

Subproblema #5b: Tidak efisien itu ramah

Ini adalah fakta yang menyedihkan, namun tidak dapat dihindari. Secara paradoksial, semakin sulit Anda membuat pengguna untuk mengakses suatu fungsionalitas aplikasi, maka aplikasi tersebut bisa malah menjadi lebih ramah.



Ini karena keramahan ditambahkan ke suatu antarmuka dengan menggunakan "petunjuk" sederhana – semakin banyak, semakin bagus. Lagipula, jika sesorang pemula komputer diletakkan didepan pemroses kata WYSIWYG dan ditanyakan untuk membuat sedikit teks menjadi tebal, yang menjadi kemungkinan lebih tinggi adalah:



> Dia akan menebak bahwa "Ctrl+B" adalah standar umum.

> Dia akan mencari petunjuk, dan mencoba meng-klik di menu "Edit". Tidak sukses, dia akan mencoba kemungkinan kedua pada barisan menu: "Format". Menu yang tampil ada opsi "Font", yang kelihatannya menjanjikan. Dan, eh, itu opsi Bold kita. Sukses!



Lain kali Anda melakukan pemrosesan, coba lakukan setiap kegiatan lewat menu; tidak ada kunci jalan-pintas, dan tidak ada ikon toolbar. Menu selalu, seterusnya. Anda akan sadar bahwa Anda akan bekerja lebih lamban, karena tiap kegiatan menuntut banyak ketikan/klik pada tetikus dan papan kunci



Membuat perangkat lunak "ramah pengguna" seperti ini bagaikan memasang roda latihan pada sepeda: ia membolehkan Anda berjalan secepatnya, tanpa memerlukan keterampilan ataupun pengalaman. Cocok untuk para pemula. Tapi tidak ada orang yang berpendapat bahwa semua sepeda dijual bersama dengan roda latihannya. Seandainya Anda membeli sepeda seperti itu sekarang, saya yakin hal pertama yang akan Anda lakukan adalah melepas roda-roda tersebut karena menjadi tambahan kurang penting. Sekali Anda bisa memakai sepeda, roda latihan tidak perlu lagi.

Dan dengan cara yang serupa, banyak perangkat lunak Linux didesain tanpa "roda latihan" – ia didesain untuk para pengguna yang sudah memiliki keterampilan dasar. Lagipula, tidak ada yang pemula permanen; ketidak-perhatian itu sebentar saja, dan pengetahuan itu selamanya. Jadi, perangkat lunak didesain dengan didasari hal yang diatas.



Ini mungkin kelihatan seperti sekedar alasan. Lagipula, MS Word mempunyai semua menu, dan tombol toolbar, dan kunci jalan-pintas... Terbaik pada semua bidang, 'kan? Ramah dan efisien.



Namun, ini mesti diperhatikan: pertama-tama, semua yang membuatnya praktis: mempunyai menu dan toolbar dan jalan-pintas dan semuanya akan berarti banyak sekali coding, dan kenyataannya tidak semua pengembang Linux dibayar untuk waktu mereka. Kedua, tidak sebegitu penting untuk para pengguna ahli; sedikit sekali programer menggunakan MS Word. Pernah bertemu dengan seorang koder yang menggunakan MS Word? Bandingkan dengan berapa koder yang menggunakan emacs dan vi.



Mengapa? Pertama-tama, karena beberapa aktifitas "ramah" mencoret aktifitas efisien. Lihat contoh "Cut & Copy" diatas. Dan kedua, karena kebanyakan fungsionalitas di sembunyikan di dalam menu yang Anda harus gunakan; hanya fungsioniltas yang paling sering digunakan mempunyai ikon toolbar di atas. Fungsi yang kurang digunakan yang masih penting untuk pengguna serius memakan terlalu banyak waktu untuk diakses. 



Sesuatu yang mesti diperhatikan, namunnya, adalah "roda latihan" seringakali berada sebagai "tambahan tidak wajib" untuk perangkat lunak Linux. Mereka mungkin tidak jelas, namun mereka seringkali ada.



Ambil mplayer. Ia dapat memutar berkas video dengan mengetik "mplayer [nama_file]" di dalam terminal. Anda dapat fastforward dan rewind dengan menggunakan tombol arah dan tombol PageUp dan PageDown. Ini tidah sepenuhnya "ramah pengguna". Namun, jika Anda mengetik "gmplayer [nama_file], Anda akan mendapatkan antarmuka grafis, dengan semua tombol-tombol cantiknya.



Kita ambil contoh lagi: meng-rip sebuah CD ke MP3 (atau Ogg). Menggunakan antarmuka perintah baris, Anda perlu menggunakan cdparanoia untuk mengambil berkas-berkas lagu ke harddisk lokal. Terus perlu juga sebuah encoder... ini repot, walaupun Anda tahu apa yang Anda lakukan. Jadi, unduh dan pasang sesuatu seperti Grip. Ini adalah antarmuka grafis dari cdparanoia dan encoder yang bekerja "dibalik terpal" yang mempermudah Anda mengambil berkas-berkas lagu dari CD, dan bahkan mendukung CDDB.



Hal yang sama juga untuk meng-rip DVD: jumlah opsi untuk dilewatkan agar dapat mentranskode agak suram. Tapi dengan menggunakan dvd::rip untuk berbicara agar dapat men-transcode untuk Anda membuat semuanya semakin sederhana, dengan proses berbasis antarmuka grafis yang dapat dilakukan oleh semua orang.



Jadi, untuk menghindari problema #5b: ingatlah bahwa "roda latihan" seringkali menjadi tambahan tidak wajib untuk Linux, daripada selalu berdampingan dengan produk utamanya. Dan kadangkala juga, "roda latihan" seringkali tidak bisa menjadi bagian dari desainnya.



Problema #6: Imitasi vs. Pengiringan Zaman

Sebuah argumen yang diomongkan oleh orang ketika mereka mengetahui bahwa Linux bukanlah si klon Windows yang mereka harapkan adalah untuk menegaskan bahwa Linux berusaha (atau seharusnya) untuk mengimitasi Windows, dan orang-orang tersebut yang tidak menyadari akan hal ini dan akhirnya membantu Linux untuk lebih mirip Windows sebenarnya bersalah.

Mereka memiliki banyak argumen pendukung untuk keyakinan mereka:



Linux memulai dari antarmuka perintah baris hingga grafis, sebuah usaha jelas untuk mengikuti Windows.



Teori yang bagus, namun salah: sistem penjedelaan X dirilis pada tahun 1984, sebagai lanjutkan sistem penjendelaan W yang ditulis-ulang untuk Unix pada tahun 1983. Windows 1.0 dirilis pada tahun 1985. Windows tidak terlalu heboh hingga versi 3, dirilis tahun 1990 – sementara jendela X telah ada selama bertahun-tahun pada tahap X11 yang kita gunakan sekarang. Linux juga dimulai pada tahun 1991. Jadi Linux tidak mencipatakan sebuah antarmuka grafis untuk mengikut-ikuti Windows; ia hanya menggunakan sebuah antarmuka grafis yang telah ada jauh lebih lama daripada Windows.



Windows 3 akhirnya menjadi Windows 95 – membuat perubahan ekstrim pada antarmuka grafisnya yang pernah Microsoft lakukan. Ia memiliki banyak fitur baru dan inovatif; fungsi drag-and-droptaskbar, dan seterusnya. Semuanya telah diikut-ikuti oleh Linux, tentunya.



Sebenarnya... tidak juga. Semua yang tadi telah disebutkan telah diciptakan sebelum Microsoft menggunakannya. Antarmuka NeXTSTeP adalah sebuah antarmuka grafis yang SANGAT canggih (pada zaman itu), dan ia dilahirkan jauh sebelum Win95 – versi 1 dirilis tahun 1989 dan versi final pada 1995.



Ya udah, ya udah, jadi Microsoft tidak mengkonsepsi semua fiturnya satu per satu yang kita kenal sebagai tampilan Windows. Tapi ia teteap mengkonsepsi sebuah tampilan, dan Linux berusaha mengikuti tampilan itu sejak dulu.



Untuk menyalahkan argumen ini, seseorang harus membahas konsep dari evolusi adaptasi. Ini adalah dimana dua sistem beberbeda berevolusi hingga menjadi sangat mirip. Hal ini sangat sering terjadi pada ilmu biologi. Misalnya hiu dan lumba-lumba. Keduanya adalah organisme pemakan ikan dengan ukuran yang kurang-lebih sama. Keduanya punya sirip punggung, sirip tangan, sirip ekor dan bentuk tubuh yang hidrodinamis.



Tapinya hiu berevolusi dari ikan, sementara lumba-lumba berevolusi dari sejenis mamalia darat berkaki empat. Alasan mengapa keduanya memiliki rupa yang rata-rata sama adalah keduanya berevolusi agar menjadi se-efisien mungkin dengan kehidupan di lingkungan lautan. Tidak pernah si nenek moyang lumba-lumba (si pendatang baru) melihat hiu dan berpikir "Wah, liatin 'tu sirip! Kayaknya asik banget. Ku coba bikin, ah!"



Dengan pemikiran yang serupa, sangatlah benar melihat desktop Linux dulu dan melihat FVWM dan TWM dan banyak antarmuka yang maha-sederhana. Lalu melihat desktop Linux modern dan melihat GNOME dan KDE dengan taskbar dan menu dan permen mata lainnya. Dan, iya, mereka memang lebih mirip Windows daripada dulunya.



Tapi, Windows juga begitu. Windows 3.0 tidak memiliki taskbar, seingat saya. Dan menu Start? Apaan?

Linux tidak memiliki desktop semodern Windows. Microsoft juga tidak. Sekarang keduanya punya. Apa yang dapat kita pelajari dari ini?



Ini menginformasikan kita bahwa pengembang perangkat lunak pada kedua regu mencari cara untuk memperbaiki antarmuka grafisnya, dan karena hanya beberapa solusi untuk masalahya, mereka sering menggunakan metode yang sangat mirip. Kemiripan tidak sama sekali membuktikan atau menegaskan imitasi. Mengingat itu akan mencegah Anda sesat pada daerah problema #6.



Problema #7: FOSS...

Yah, ini membuat masalah. Tidak secara intrinsik; perangkat lunak yang gratis dan opensource adalah bagian yang bagus dan sangat penting untuk FOSS. Tapi memahami bagaimana FOSS berbeda dengan perangkat lunak ber-hak-milik adalah suatu perubahan yang terlalu besar untuk beberapa orang.



Saya sudah mengutip beberapa contoh untuk ini: orang-orang berpikiran bahwa mereka bisa memaksa dukungan teknis dan lainnya. Tapi sebenarnya, ini lebih dari sekedar itu.



Pernyataan Misi Microsoft adalah "Sebuah Komputer pada tiap Meja" – dengan petunjuk kecil bahwa tiap komputer harus berisi WIndows. Microsoft dan Apple sama-sama menjual sistem operasi, dan keduanya melakukan segala usahanya untuk memastikan bahwa produk mereka digunakan oleh paling banyak pengguna; mereka bisnis, diluar sana mencari uag.



Lalu, ada FOSS. Yang, bahkan hari ini, hampir keseluruhan bersifat non-komersil.



Sebelum Anda menulis email untuk memberitahu saya tentang Red Hat, Suse, Linspire dan segalanya, iya, saya tahu mereka "menjual" Linux. Saya tahu mereka suka jika Linux diaplikasikan secara universal, apalagi dengan perisa mereka sendiri. Tapi jangan dibingungkan antara para suplayer dan pabrik pembuat. Kernel Linux tidak diciptakan oleh sebuah perusahaan, dan tidak dirawat oleh sekumpulan pekerja yang melakukannya untuk mencari keuntungan. Alat-alat GNU tidak diciptakan oleh sebuah perusahaan, dan tidak dirawat oleh sekumpulan pekerja yang melakukannya untuk mencari keuntungan. Sistem penjendelaan X11... yah, implementasi paling terkenal sekarang adalah xorg, dan bargian "org" seharusnya memberitahu semuanya yang perlu diketahui. Perangkat lunak desktop, mungkin Anda bisa menuntut bahwa KDE itu komersil, karena berbasis Qt. Tapi GNOME, Fluxbox, Enlightenment, dll. semuanya tidak bermodal uang. Memang ada orang diluar sana yang menjual Linux, tapi mereka adalah sang minoritas.



Jumlah pengguna perangkat lunak ber-hak-milik mengarahkan keuntungan finansial kepada sang perusahaan yang membuatnya, secara langsung. Ini bukanlah kasus untuk FOSS; tidak ada keuntungan langsung kepada pengembang FOSS manapun jika jumlah pengguna bertambah. Keuntungan tidak langsung, iya: kebanggaan tersendiri; potensi menemukan bug yang lebih besar; bertambahnya kemungkinan menarik perhatian lebih banyak pengembang perangkat lunak; bahkan kemungkinan penawaran pekerjaan yang lumayan; dan seterusnya.



Tapi Linus Torvalds tidak mendapat bayaran dari meningkatnya pengguna Linux. Richard Stallman tidak mendapat bayaran dari menginkatnya penggunna GNU. Semua server yang berjalan diatas OpenBSD dan OpenSSH tidak membayar apapun ke tabungan Proyek OpenBSD. Dan kita akhirnya ke problema paling besar menyangkut pengguna baru dan Linux:



Mereka mengetahui bahwa mereka tidak diinginkan.



Pengguna baru berpindah ke Linux setelah bertahun-tahun bersama SO dimana kebutuhan pengguna adalah suatu kepetingan, dan "ramah pengguna" dan "fokus pelanggan" adalah sasaran tepat. Dan tiba-tiba mereka menemukan diri mereka menggunakan sebuah SO yang masih bergantung pada berkas "man", perintah baris, berkas configurasi yang ditulis tangan dan Google. Dan ketika mereka mengeluh, mereka tidak dimanjakan atau ditunjukkan sesuatu yang lebih baik, mereka malah disuruh pergi saja.



Itu melebih-lebihkan, tentunya. Tapi itu memang apa yang dirasakan oleh muallaf Linux ketika mereka mencoba dan gagal ketika pindah aliran.



FOSS mempunyai banyak kesejajaran dengan Internet: Anda tidak membayar sang penulis laman web/perangkat lunak untuk mengunduh dan membaca/memasangnyaBroadband pribadi/antarmuka ramah pengguna tidak menarik kepada seseorang yang sudah punya broadband/tahu cara menggunakan perangkat lunak tersebut. Para blogger/pengembang tidak membutuhkan banyakpembaca/pengguna untuk memperjelas blogging/koding. Banyak orang yang memang dapat uang dari itu, tapi bukan karena falfasah tua "aku si pemiliknya, dan engkau harus bayar aku kalau mau memakainya" yang sering digunakan perusahaan; malahan karena menyediakan layanan e-commerce/dukungan teknis.



Linux tidak tertarik pada kekuasaan pasar. Linux tidak mempunyai pelanggan. Linux tidak mempunyai pemegang saham, atau bahkan sebuah tanggung jawab. Linux tidak diciptakan untuk menghasilkan uang. Linux tidak memiliki misi untuk menjadi SO yang paling terkenal dan terkemuka di Bumi.



Komunitas Linux hanya ingin membuat sebuah SO yang sangat bagus, sangat lengkap dan sangat bebas. Jika itu mengakibatkan Linux menjadi SO yang sangat populer, itu bagus. Jika itu mengakibatkan Linux memiliki antarmuka paling ramah dan intuitif, itu bagus. Jika itu mengakibatkan Linux menjadi dasar dari sebuah industri mega, itu bagus.



Bagus, tapi bukan intinya. Intinya adalah agar membuat Linux SO terbaik yang mampu diciptakan oleh sang komunitas. Bukang untuk orang lain; untuk dirinya. Ancaman biasa seperti "Linux tidak akan pernah menguasai desktop kecuali ia melakukan ini, itu" tidaklah relevan. Komunitas Linux tidak berusaha menguasai desktop. Mereka tidak terlalu peduli jika Linux cukup bagus sehingga dapat mendarat di desktop Anda, selama ia cukup bagus untuk desktop orang lain. Para pembenci MS, fanatik Linux obsesif dan penolak FOSS berpenghasilan mungkin nyaring, namun mereka tetap minoritas.



Itulah apa yang komunitas Linux inginkan: sebuah SO yang dapat dipasang oleh siapa saja yang menginginkannya. Jadi, jika Anda berkonsiderasi beralih ke Linux, pertama-tama tanyakan diri Anda apa yang Anda hendaki.



Jika Anda menginginkan sebuah SO yang tidak merepotkan Anda, tapi memberikan Anda kuncinya, meletakkan Anda di kursi pengemudi dan mengharapkan Anda tau yang mesti dilakukan, pakailah Linux. Anda mungkin perlu waktu untuk belajar menggunakannya, tapi setelah Anda tahu seluk-beluk, lekuk-likuknya, Anda akan memiliki sebuah SO yang akan berdiri dan menari untuk Anda.



Ini bukan masalah, "mengapa saya ingin Linux?", tapi lebih ke "mengapa Linux ingin saya?". 
 
Pascakata: artikel diatas diambil dari Dominic Humphries dan copyright 24 Juni 2006. Beberapa bagian telah diubah, disunting dan dihapus untuk kesesuaian bahasa, daerah dan pengiringan perkembangan Linux. Sumber: linux.oneandoneis2.org.

Boleh didistribusikan sesuai syarat dan ketentuan linsensi CC.

Powered By Blogger

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More