Widget by Blogger Buster

19 Dec 2012

Kumpulan Puisi Rania's Book


Rania

kembali berdesis raga yang telah kaku
hati-hati pilu berkobarlagi karena namamu
jiwa-jiwa lama kembali bangkit
dari kesempatan yang kian sempit
polos lisanmu bergemuruh lagi
dalam asa dalam sanubari
memori lama yang terbungkam
kini tak sanggu tuk tetap bersemayam
sesekali memang pernah kelam
tapi itulah kisah kita yang dalam
jalan tapak yang dulu kita lewati
kini jadi ukiran manis dalam hati
hati yang selalu ingin berpuisi
memuja kau, lentera hati
selamat malam Rania

15 Februari 2012
 ***

Sumade

ingin kuucap kata rindu ini padamu
kuceritak sebaris sajak cinta pilu
lalu,
kulantuntan lagu senandung asmara
untukmu
Jauh setelah kusadari arti cahaya ini
nur yang terpancar dari teduh matamu
terbias menjadi keindahan tersimpan
satu pandangan penggetar jiwa
sebuah nama berkobar dalam dada
wajah itu...
ciptakan asa yang tak biasa
merakit serpihan harapan baru
tersimpan rapi dalam sukma
ini bukan sekedar angan maya
ijinkan kubuka kembali hati ini
untukmu, dewi..

21 April 2012
 ***

Untuk Oktaviani

Tiga hari berlalu, sinar mentari masih kaku
semburat cahayanya kian bisu
udarapun kulihat membiru
12 gejolak muda kian berkecamuk
perlahan mimpi seakan tercabut
namun belum semuanya hengkang
satu mimpi itu masih kau genggam
terselip dalam tiap senyumanmu
bergelantungan di teduh pandangmu
terkucil dari langkahmu
maafkan aku untuk rasa kagum ini
kau kurindu, hai pencair beku

*Usai Kemah di Jepara
 ***

dalam rindu tebal, kau tambahkan ribuan sesal

matahri hampir terbenam, sayang
kah masih pula enggak kau datang
kapas senja tebentang melintang
wahai sang malam
injinkan kutumpahkan rinduku padamu
sang bintang
syairmu memang menyentuh lubuk
tatapnya itulah senyumku
hilang arumnya rajut sesalku
jua punahkan asaku
matahari benar-benar terbenam, sayang
kah segan dirimu datang

22 Mei 2012
 ***

Coretan & Kerinduan

pena mulain menari kembali, menulis luapan hati yang tengah ria berpuisi, kaulah yang kembali dalam memori, mengirim rindu pada nurani.
Setiap hari hanya bualan soal penantian. Sesuatu dalam ketidak pastian memang sring jadi harapan, juga langkah yang semog tak hanya impian dalam khayal dan selamanya semoga aku tak terhapuskan.

14 April 2012
 ***

Murung

Tanah, kah kau masih marah
para sahabatmu gusah lihat kau gundah
kau sadar, rombongan padi juga gelisah
rasakanlah harapan sang istri kian resah
kah masih kau tega berulah tingkah
Tanah, kah kau masih geram
dengarlah para cangkul terdiam
mereka tunduk tiada gumam
hari itu, mungkin air sedang muram
sejuknya tak kuasa buat dia padam
maaf untuk semua lebam
Tanah, kah kita masih berkawan
kami rindu kau tumbuhkan harapan
kah tak pula engkau kasihan
jiwa terupuruk yang kelaparan
Tanah, kah kan kauberi lagi harapan itu,
untuk kami.

27 Juni 2012
***

Nasib
:Oi. . .

Mak, aku ingin menangis. Tempat mainku sudah habis. Gedung-gedang
dan rumah megah kini makin rapi berbaris. Amis. Mak, bapak dilamar
pengemis. Rambut mereka klimis. Dalam pinangannya terselip janji manis.
Kata bapak ini soal bisnis. Kudis. Mak, bapak sekarang bapak jadi selebritis. Di
banyak media nama bapak tertulis. Tanah bilang bapak orang kritis tapi krisis.
Konon saat ini bapak berakhir tragis. Sadis.
Mak kah aku boleh menangis...

Tuban, 2012
 ***

Colong
:melodi hitam-kelam

Aku geli ingat manusia. Tingkah mereka bagai lupa usia. Aku tergelitik,
lupa jika manusia makhluk yang hebat. Ahli lolos dari segala jerat. Aku
terpingkal, ingat manusia bani Adam. Mereka bilang aku ini makhluk haram.
Bahkan diberikan stempel jahanam. Benar. Akulah si pencuri. Pekerja keras
kala malam hari. Uangku, uang tuanku. Upahku tak begitu besar bagiku.
Bukanlah diriku ini makhluk keji. Yang lihai sembunya dan sangar soal
menghianati. Aku memang tak sepandai manusia berdasi. Yang pandai tipu
sana-sini. Satu malam jatahku cukup satu almari. Aku belum ahli soal korupsi.
Jatahku hanya satu almari. Bukan seribu anak negeri sendiri.

Batam, 2012

***
Tentang Pilihan
:Buanglah jika ada keraguan

Di alismu butiran hujan setia bertahan. Sumbang suaramu bernadakan
penantian. Katakan. Kah kau rasa kerinduan? Kulelah. Tak sanggup lagi aku
kau jadikan sandaran. Untukmu, cintaku bukanlah harapan. Cobalah kau
relakan. Hentikan. Air matamu bukan penyelesaian. Hanya awan hitam yang
membeban. Rania, tidurlah. Dalam mimpi kan kau temu jawaban. Tentang aku
dan sebuah pilihan.

Pati, 2012
***

Cemas, kau tak kunjung datang

kusibak makna selendang senja. Berharap. Satu kata berjuta rasa. Ingin rasanya kubungkam raungan senja yang gelisah. Berharap mampu menghapus wajahmu. Kembali berharap. Menatap laju surya, mencoba mengartikan sinarnya. Lalu terbias kembali wajahmu, tampak sebuah kesempurnaan. Namun, lagi-lagi gelap tak kuasa kubendung, bayangmu hengkang dari renung, rania, kang enggak kau datang kembali, perhatikanlah bulan, ia berbisik tentang puisi kerinduan.

Rania
***

Kado dan Ilusi

kukutiup api kecil yang tengah riang menari, sembari terpejam, kuhembuskan sedikit angin melawan terangnya lilin-lilin kecil, lalu hati sejenak tergagu sebelum akhrinya otakku memutar semua yang pernah terlewati. Melihat itu, jantungku cepat berdegup, hatikupun sempat memohon agar engkau dan aku selalu bersama, namun saat kubuka mataku, semuanya hilang. Tak ada seorangpun kudengan mengucapkan selamat, tak ada riuh tangan beradu, pun tak pula ada lilin-lilin kecil, mungkinkan hidupku ini hanya ilusi

30 Agustus 2012
***

Kembali berlayar
Kukirimkan kembali padamu sepucuk kerinduan ini bersama ombak yang yang menggelombang, kan kutitipkan barisan frasa ini pada angin riang yang berhembus membawa keceriaan, berharap bersamanya, pasir-pasir cinta yang telah kususun rapi ini apat kau genggam. Juga bersama udara malam, kuharap dapat kau hirup nafas asmara ini, sehingga bersatu dengan aliran darahmu, berjalan mengitari urat nadimu, dan semoga saja dapat tertambat di dermaga hatimu. Lalu bukalah pintu hati itu, rentangkan panji-panji asmara kita, karena kita akan mulai berlayar, kau dan aku membelah samudra cinta

30 Agustus 2012
***

Tak mampu

Cinta adalah kerisauan. Menjadikan hidup tak karuan. Selalu menciptakan hasrat untuk memuja dirinya. Membuatku belajar mencoba menyusun rapi ribuan kata bagai pujangga, namun sayang, tiap kali kucba rangkai kalimat manis, tak pernah sekalipun hadir puisi romantis. Lalu kucoba lagi mengguratkan pena, namun enggan pula hadir larik syair yang sempurna, selalu saja yang hadir hanya bualan mesra bertulis “kau kucinta”

31 Agustus 21012
***

Dia Datang

Ssst! Diamlah, hai dara
sempurna sudah, linang matamu
rajutkan kisah, lara itu
hengkah sudah, pilumu

indah

27 September 2012
***

<Untitled>

Terbujur aku
menunggu hari tiada
berlalu

Rania 2012
***

Lepas

dan lepas sudah apa yang membebaniku selama ini. Merenung aku, lalui jalan dengan ribuan liku, cambuk itu, hal terindah yang membangunkan aku dari mimpi kelabu. Lepas, dan memang telah bebas, kembali bergerak dengan nafas tak terikat.

Rania. 2012
***

lanc*r

neg ra neg ora
ora neg ra neg
neg ora neg ra
ra neg ora neg

neg ra ora neg
ora neg neg ra

gu gak ga
ga gak gu

ga gag gu
gag gu ga
gag ga gu

gu neg ra gag ora ga
gu ora neg ra gag gu

Rania, 2012
***

Gagal

5 menit
.
.
terlalu sempit untuk mencoba
menyusun kata bermakna cinta
terlalu sulit untuk bangkit
dari hati yang terlilit
.
bukan berkelit
.
.
. 4 menit

Rania, 2012
 ***

Terbuang

dan jatuhlah aku dipelukan malam
sunyi memang jika hati tak bertuan
kapal cintaku pernah ingin tenggelam
saat hatimu berkata enggan
kujadikan tambatan, rindu ini
bagaikan celoteh camar di lautan
selamanya terabaikan
bagai bengis dingin jalanan
dengan pisaunya yang menyayat
nadi yang waktu
menjerat tiap debu rindu
.
dan berthanlah aku dalam kesendirian
perlahan kudekap remang lampu jalan,
angin berbisik
panggil kawan

rania, 2012
***

Do'a

kah bukan engkau dewi yang kunanti
dalam sepi, tahajudku berlari
dan mencekik waktu yang menghantui
tasbihku merintih, perlahan
bisiknya hapuskan kesedihan
lama aku tertunduk sujud, menunggu
semoga lenyap semua amal yang tak patut
ah, demi engkau maha suciyang paling suci
jawablah jangan ingkari, kah pantas dewimu
kudampingi.
Kudengar senyumnya merekah
menungguku di segar jannah

Rania, 2012
***

Hasrat

Aku tak pandai berhikayat
padahal hati sering tersayat
bukanlah aku pelit nasihat
hanya saja lidah tak pandai
bersilat

Rania, 2012

***
Pupus

Terbentang dan meninggi, langitku enggan menanti. Awan gemawan tipis memang terlihat manis, kicauan burung-burung adalah suara yang mulai mengering. Tak lagi keeolakan itu hinggap di hati, sebab waktu telah menghunus semua nada. Dan sendirilah aku di bawah langit bernama sunyi, lalu aku menanti.

Rania, 2012
***

Untukmu

terang cahaya meremang bulan menyapa kalbu
kubuka jendela mencari ketenangan, sang bayu
dengan lembut menyapa nurani, kubalas sapa itu
hai dewi...
riang malam seakan mengirim pesan,
gumpalan kerinduan membiru
yang membenanam diantara dua kalbu
lalu kucoba bercerita pada sang waktu
ia memang setia iringi kisahmu
suka nestapamu kini jadi cerita
lara bahagia kadang berbicara
berikan sebuah hikmah nyata
lalu, beranjaklah aku coba rangkai rasa
hari ini rasa itu menjelma jadi frasa
dan kusimpan dalam sukma

28 Oktober 2012
***

Kenangan

i
Tersadar aku dalam lelah malam
bersandar
kutunggu pagi yang telah berjanji
jua mentari yang akan berseri
terjaga mataku den engganlah ia terpejam
entahlah mungkin dia punya alasan
ia berkata tiap pesan butuh balasan
bukankah itu pula yang kau harapkan
sobat, inilah goresan dari apa yang telah kau berikan

ii
tersenyum aku meraba tulisanmu
kubayangkan setetes embun bergelantungan
di kelopak matamu
menerjemahkan rasa menjadi frasa
lalu
kubaca frasa itu
tak terasa bibirku membusur
angin yang berlalu
menjelma suaramu
aih, entah apa yang sedang berlaku
kutak tahu

Rania-Setia, 2012
***

Senyum itu

Sebusur senyum itu
bukanlah milikku
pun aku slalu menunggu dalam ragu
pada hawa kutitipkan pesan
sebaris sajak kerinduan
untukmu tiada bukan
kembali engakau tersenyum
lalu hatiku meranum
seolah berkata mafhum

Rania, 2012
***

Mahayana

Kemudian kau hampiri malam
dengan mahyanamu
mengajakku berkelana melawan
batu
menyayat waktu yang berjalan
hendak membunuhmu, lalu
di atas mahayana itu berhentilah
semua waktu
hanya tinggal kau dan aku
dalam kisah biru

Rania, 2012
***

mencoba

masih gagal kurajutkan kaba
lariknya tak bernada
syairnya kesepian makna
kabaku kaba rindu
tercurah dari hati benalu
kucoba bangun irama bagai bahtera
lalu kutiupkan padanya al-hawa
semoga dihatimu ia berdermaga
kabaku kaba asmara
menerjemahkan frasa menjadi rasa
teguh kabaku bagai dlomir 'Na'

Rania, 2012
***

Kau puisiku

mari akan kusimpan wajahmu dalam bait-baitku. Kuharap kisah kita selalu dalam rimanya. Kaulah puisiku, sajak cinta dengan sejuta keindahan. Kaulah puisiku, syair asmara yang setia kujaga saat malam terbentang. Kaulah puisi itu, barisan frasa yang rajin kubaca, teman setia menanti datangnya mati.

Rania, 2012
***

Bahtera

Akan aku lukis sebilah layar dimatamu
supaya hengkang dendam temarammu
akan kulukis pula angin pada dermaga hatimu
agar perahu dendammu segera berlabuh
ingatlah di seberang sana telah menati sang subuh
aku prcaya setiamu masih di dermaga kelabu,
maka ijinkan aku menjemput dan penuhi janji itu.

Rania, 2012
***

mencari janji

Semalam suntuk aku bercinta dengan para bintang, menunggu subuhmu yang telah berjanji. Begitu gemulai angin malam itu, tiap lekuk geraknya bagai kesaksian dan hiburan kesedihan
semalam suntuk aku bercinta dengan bintang-buntang, kudekap mereka enggan kulepaskuan, tangan lembutnya mengikat hatiku, seakan tak rela untuk terlupa
semalam suntuk aku bersama bintang, menghiraukan rasa cemburu sang rembulan. Masih dalam selimut malam, erat kugenggam bintang yang mulai pudar bersama tetesan mendung. Lalu, kuajak ia beranjak, berlari mencari janji pagi.

Rania, 2012

***

0 comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More