Rania
kembali
berdesis raga yang telah kaku
hati-hati
pilu berkobarlagi karena namamu
jiwa-jiwa
lama kembali bangkit
dari
kesempatan yang kian sempit
polos
lisanmu bergemuruh lagi
dalam
asa dalam sanubari
memori
lama yang terbungkam
kini
tak sanggu tuk tetap bersemayam
sesekali
memang pernah kelam
tapi
itulah kisah kita yang dalam
jalan
tapak yang dulu kita lewati
kini
jadi ukiran manis dalam hati
hati
yang selalu ingin berpuisi
memuja
kau, lentera hati
selamat
malam Rania
15
Februari 2012
***
Sumade
ingin
kuucap kata rindu ini padamu
kuceritak
sebaris sajak cinta pilu
lalu,
kulantuntan
lagu senandung asmara
untukmu
Jauh
setelah kusadari arti cahaya ini
nur
yang terpancar dari teduh matamu
terbias
menjadi keindahan tersimpan
satu
pandangan penggetar jiwa
sebuah
nama berkobar dalam dada
wajah
itu...
ciptakan
asa yang tak biasa
merakit
serpihan harapan baru
tersimpan
rapi dalam sukma
ini
bukan sekedar angan maya
ijinkan
kubuka kembali hati ini
untukmu,
dewi..
21
April 2012
***
Untuk Oktaviani
Tiga
hari berlalu, sinar mentari masih kaku
semburat
cahayanya kian bisu
udarapun
kulihat membiru
12
gejolak muda kian berkecamuk
perlahan
mimpi seakan tercabut
namun
belum semuanya hengkang
satu
mimpi itu masih kau genggam
terselip
dalam tiap senyumanmu
bergelantungan
di teduh pandangmu
terkucil
dari langkahmu
maafkan
aku untuk rasa kagum ini
kau
kurindu, hai pencair beku
*Usai
Kemah di Jepara
***
dalam rindu tebal, kau tambahkan
ribuan sesal
matahri
hampir terbenam, sayang
kah
masih pula enggak kau datang
kapas
senja tebentang melintang
wahai
sang malam
injinkan
kutumpahkan rinduku padamu
sang
bintang
syairmu
memang menyentuh lubuk
tatapnya
itulah senyumku
hilang
arumnya rajut sesalku
jua
punahkan asaku
matahari
benar-benar terbenam, sayang
kah
segan dirimu datang
22
Mei 2012
***
Coretan & Kerinduan
pena
mulain menari kembali, menulis luapan hati yang tengah ria berpuisi,
kaulah yang kembali dalam memori, mengirim rindu pada nurani.
Setiap
hari hanya bualan soal penantian. Sesuatu dalam ketidak pastian
memang sring jadi harapan, juga langkah yang semog tak hanya impian
dalam khayal dan selamanya semoga aku tak terhapuskan.
14
April 2012
***
Murung
Tanah,
kah kau masih marah
para
sahabatmu gusah lihat kau gundah
kau
sadar, rombongan padi juga gelisah
rasakanlah
harapan sang istri kian resah
kah
masih kau tega berulah tingkah
Tanah,
kah kau masih geram
dengarlah
para cangkul terdiam
mereka
tunduk tiada gumam
hari
itu, mungkin air sedang muram
sejuknya
tak kuasa buat dia padam
maaf
untuk semua lebam
Tanah,
kah kita masih berkawan
kami
rindu kau tumbuhkan harapan
kah
tak pula engkau kasihan
jiwa
terupuruk yang kelaparan
Tanah,
kah kan kauberi lagi harapan itu,
untuk
kami.
27
Juni 2012
***
Nasib
:Oi.
. .
Mak,
aku ingin menangis. Tempat mainku sudah habis. Gedung-gedang
dan
rumah megah kini makin rapi berbaris. Amis. Mak, bapak dilamar
pengemis.
Rambut mereka klimis. Dalam pinangannya terselip janji manis.
Kata
bapak ini soal bisnis. Kudis. Mak, bapak sekarang bapak jadi
selebritis. Di
banyak
media nama bapak tertulis. Tanah bilang bapak orang kritis tapi
krisis.
Konon
saat ini bapak berakhir tragis. Sadis.
Mak
kah aku boleh menangis...
Tuban,
2012
***
Colong
:melodi
hitam-kelam
Aku
geli ingat manusia. Tingkah mereka bagai lupa usia. Aku tergelitik,
lupa
jika manusia makhluk yang hebat. Ahli lolos dari segala jerat. Aku
terpingkal,
ingat manusia bani Adam. Mereka bilang aku ini makhluk haram.
Bahkan
diberikan stempel jahanam. Benar. Akulah si pencuri. Pekerja keras
kala
malam hari. Uangku, uang tuanku. Upahku tak begitu besar bagiku.
Bukanlah
diriku ini makhluk keji. Yang lihai sembunya dan sangar soal
menghianati.
Aku memang tak sepandai manusia berdasi. Yang pandai tipu
sana-sini.
Satu malam jatahku cukup satu almari. Aku belum ahli soal korupsi.
Jatahku
hanya satu almari. Bukan seribu anak negeri sendiri.
Batam, 2012
***
Tentang Pilihan
:Buanglah
jika ada keraguan
Di
alismu butiran hujan setia bertahan. Sumbang suaramu bernadakan
penantian.
Katakan. Kah kau rasa kerinduan? Kulelah. Tak sanggup lagi aku
kau
jadikan sandaran. Untukmu, cintaku bukanlah harapan. Cobalah kau
relakan.
Hentikan. Air matamu bukan penyelesaian. Hanya awan hitam yang
membeban.
Rania, tidurlah. Dalam mimpi kan kau temu jawaban. Tentang aku
dan
sebuah pilihan.
Pati,
2012
***
Cemas, kau tak kunjung datang
kusibak
makna selendang senja. Berharap. Satu kata berjuta rasa. Ingin
rasanya kubungkam raungan senja yang gelisah. Berharap mampu
menghapus wajahmu. Kembali berharap. Menatap laju surya, mencoba
mengartikan sinarnya. Lalu terbias kembali wajahmu, tampak sebuah
kesempurnaan. Namun, lagi-lagi gelap tak kuasa kubendung, bayangmu
hengkang dari renung, rania, kang enggak kau datang kembali,
perhatikanlah bulan, ia berbisik tentang puisi kerinduan.
Rania
***
Kado dan Ilusi
kukutiup
api kecil yang tengah riang menari, sembari terpejam, kuhembuskan
sedikit angin melawan terangnya lilin-lilin kecil, lalu hati sejenak
tergagu sebelum akhrinya otakku memutar semua yang pernah terlewati.
Melihat itu, jantungku cepat berdegup, hatikupun sempat memohon agar
engkau dan aku selalu bersama, namun saat kubuka mataku, semuanya
hilang. Tak ada seorangpun kudengan mengucapkan selamat, tak ada riuh
tangan beradu, pun tak pula ada lilin-lilin kecil, mungkinkan hidupku
ini hanya ilusi
30
Agustus 2012
***
Kembali berlayar
Kukirimkan
kembali padamu sepucuk kerinduan ini bersama ombak yang yang
menggelombang, kan kutitipkan barisan frasa ini pada angin riang yang
berhembus membawa keceriaan, berharap bersamanya, pasir-pasir cinta
yang telah kususun rapi ini apat kau genggam. Juga bersama udara
malam, kuharap dapat kau hirup nafas asmara ini, sehingga bersatu
dengan aliran darahmu, berjalan mengitari urat nadimu, dan semoga
saja dapat tertambat di dermaga hatimu. Lalu bukalah pintu hati itu,
rentangkan panji-panji asmara kita, karena kita akan mulai berlayar,
kau dan aku membelah samudra cinta
30
Agustus 2012
***
Tak mampu
Cinta
adalah kerisauan. Menjadikan hidup tak karuan. Selalu menciptakan
hasrat untuk memuja dirinya. Membuatku belajar mencoba menyusun rapi
ribuan kata bagai pujangga, namun sayang, tiap kali kucba rangkai
kalimat manis, tak pernah sekalipun hadir puisi romantis. Lalu kucoba
lagi mengguratkan pena, namun enggan pula hadir larik syair yang
sempurna, selalu saja yang hadir hanya bualan mesra bertulis “kau
kucinta”
31
Agustus 21012
***
Dia Datang
Ssst!
Diamlah, hai dara
sempurna
sudah, linang matamu
rajutkan
kisah, lara itu
hengkah
sudah, pilumu
indah
27
September 2012
***
<Untitled>
Terbujur
aku
menunggu
hari tiada
berlalu
Rania
2012
***
Lepas
dan
lepas sudah apa yang membebaniku selama ini. Merenung aku, lalui
jalan dengan ribuan liku, cambuk itu, hal terindah yang membangunkan
aku dari mimpi kelabu. Lepas, dan memang telah bebas, kembali
bergerak dengan nafas tak terikat.
Rania.
2012
***
lanc*r
neg
ra neg ora
ora
neg ra neg
neg
ora neg ra
ra
neg ora neg
neg
ra ora neg
ora
neg neg ra
gu
gak ga
ga
gak gu
ga
gag gu
gag
gu ga
gag
ga gu
gu
neg ra gag ora ga
gu
ora neg ra gag gu
Rania,
2012
***
Gagal
5
menit
.
.
terlalu
sempit untuk mencoba
menyusun
kata bermakna cinta
terlalu
sulit untuk bangkit
dari
hati yang terlilit
.
bukan
berkelit
.
.
.
4 menit
Rania,
2012
***
Terbuang
dan
jatuhlah aku dipelukan malam
sunyi
memang jika hati tak bertuan
kapal
cintaku pernah ingin tenggelam
saat
hatimu berkata enggan
kujadikan
tambatan, rindu ini
bagaikan
celoteh camar di lautan
selamanya
terabaikan
bagai
bengis dingin jalanan
dengan
pisaunya yang menyayat
nadi
yang waktu
menjerat
tiap debu rindu
.
dan
berthanlah aku dalam kesendirian
perlahan
kudekap remang lampu jalan,
angin
berbisik
panggil
kawan
rania,
2012
***
Do'a
kah
bukan engkau dewi yang kunanti
dalam
sepi, tahajudku berlari
dan
mencekik waktu yang menghantui
tasbihku
merintih, perlahan
bisiknya
hapuskan kesedihan
lama
aku tertunduk sujud, menunggu
semoga
lenyap semua amal yang tak patut
ah,
demi engkau maha suciyang paling suci
jawablah
jangan ingkari, kah pantas dewimu
kudampingi.
Kudengar
senyumnya merekah
menungguku
di segar jannah
Rania,
2012
***
Hasrat
Aku
tak pandai berhikayat
padahal
hati sering tersayat
bukanlah
aku pelit nasihat
hanya
saja lidah tak pandai
bersilat
Rania,
2012
***
Pupus
Terbentang
dan meninggi, langitku enggan menanti. Awan gemawan tipis memang
terlihat manis, kicauan burung-burung adalah suara yang mulai
mengering. Tak lagi keeolakan itu hinggap di hati, sebab waktu telah
menghunus semua nada. Dan sendirilah aku di bawah langit bernama
sunyi, lalu aku menanti.
Rania,
2012
***
Untukmu
terang
cahaya meremang bulan menyapa kalbu
kubuka
jendela mencari ketenangan, sang bayu
dengan
lembut menyapa nurani, kubalas sapa itu
hai
dewi...
riang
malam seakan mengirim pesan,
gumpalan
kerinduan membiru
yang
membenanam diantara dua kalbu
lalu
kucoba bercerita pada sang waktu
ia
memang setia iringi kisahmu
suka
nestapamu kini jadi cerita
lara
bahagia kadang berbicara
berikan
sebuah hikmah nyata
lalu,
beranjaklah aku coba rangkai rasa
hari
ini rasa itu menjelma jadi frasa
dan
kusimpan dalam sukma
28
Oktober 2012
***
Kenangan
i
Tersadar
aku dalam lelah malam
bersandar
kutunggu
pagi yang telah berjanji
jua
mentari yang akan berseri
terjaga
mataku den engganlah ia terpejam
entahlah
mungkin dia punya alasan
ia
berkata tiap pesan butuh balasan
bukankah
itu pula yang kau harapkan
sobat,
inilah goresan dari apa yang telah kau berikan
ii
tersenyum
aku meraba tulisanmu
kubayangkan
setetes embun bergelantungan
di
kelopak matamu
menerjemahkan
rasa menjadi frasa
lalu
kubaca
frasa itu
tak
terasa bibirku membusur
angin
yang berlalu
menjelma
suaramu
aih,
entah apa yang sedang berlaku
kutak
tahu
Rania-Setia,
2012
***
Senyum itu
Sebusur
senyum itu
bukanlah
milikku
pun
aku slalu menunggu dalam ragu
pada
hawa kutitipkan pesan
sebaris
sajak kerinduan
untukmu
tiada bukan
kembali
engakau tersenyum
lalu
hatiku meranum
seolah
berkata mafhum
Rania,
2012
***
Mahayana
Kemudian
kau hampiri malam
dengan
mahyanamu
mengajakku
berkelana melawan
batu
menyayat
waktu yang berjalan
hendak
membunuhmu, lalu
di
atas mahayana itu berhentilah
semua
waktu
hanya
tinggal kau dan aku
dalam
kisah biru
Rania,
2012
***
mencoba
masih
gagal kurajutkan kaba
lariknya
tak bernada
syairnya
kesepian makna
kabaku
kaba rindu
tercurah
dari hati benalu
kucoba
bangun irama bagai bahtera
lalu
kutiupkan padanya al-hawa
semoga
dihatimu ia berdermaga
kabaku
kaba asmara
menerjemahkan
frasa menjadi rasa
teguh
kabaku bagai dlomir 'Na'
Rania,
2012
***
Kau puisiku
mari
akan kusimpan wajahmu dalam bait-baitku. Kuharap kisah kita selalu
dalam rimanya. Kaulah puisiku, sajak cinta dengan sejuta keindahan.
Kaulah puisiku, syair asmara yang setia kujaga saat malam terbentang.
Kaulah puisi itu, barisan frasa yang rajin kubaca, teman setia
menanti datangnya mati.
Rania,
2012
***
Bahtera
Akan
aku lukis sebilah layar dimatamu
supaya
hengkang dendam temarammu
akan
kulukis pula angin pada dermaga hatimu
agar
perahu dendammu segera berlabuh
ingatlah
di seberang sana telah menati sang subuh
aku
prcaya setiamu masih di dermaga kelabu,
maka
ijinkan aku menjemput dan penuhi janji itu.
Rania,
2012
***
mencari janji
Semalam
suntuk aku bercinta dengan para bintang, menunggu subuhmu yang telah
berjanji. Begitu gemulai angin malam itu, tiap lekuk geraknya bagai
kesaksian dan hiburan kesedihan
semalam
suntuk aku bercinta dengan bintang-buntang, kudekap mereka enggan
kulepaskuan, tangan lembutnya mengikat hatiku, seakan tak rela untuk
terlupa
semalam
suntuk aku bersama bintang, menghiraukan rasa cemburu sang rembulan.
Masih dalam selimut malam, erat kugenggam bintang yang mulai pudar
bersama tetesan mendung. Lalu, kuajak ia beranjak, berlari mencari
janji pagi.
Rania,
2012
***
0 comments:
Post a Comment