Widget by Blogger Buster

18 Dec 2012

Tawa

-->

Baru kali ini aku menulis kumpulan kalimat di pagi hari, dingin memang namun siapa peduli. Aku tahu ide tidak bisa diatur kapan datangnya, namun gairahku untuk menulis muncul kembali. Mungkin aku tidak pernah bercerita mengapa aku menulis, mungkin bahkan bukan mungkin lagi memang aku tidak “sepandai” orang-orang di sekitarku, dan yang aku bisa hanya menulis dan ngoprek software di laptopku.
Jika mungkin ada yang mengira aku adalah anak yang pandai dalam hal pelajaran, setidaknya itu pendapat beberapa orang yang baru mengenalku. Aku tidak menyalahkan orang yang menyebutku demikian, namun sejujurnya aku lebih cocok bila dikatakan sebagai siswa yang cukup bodoh soal pelajaran. Aku tak menyesal, aku juga tidak khawatir apa lagi susah jika jika dikatakan demikian. Kau tahu, memang itu ulahku, jika aku menyesali perbuatan yang aku sadari maka aku adalah orang yang sangat bodoh.
Setiap hari aku memang bersemangat untuk pergi ke sekolah, bahkan aku selalu berangkat lebih pagi dari yang lain, aku menikmati apa yang aku lakukan. Kalian tahukan, cara orang menikmati esuatu pasti berbeda. Ya, ak menikmati tiap jam-jam pelajaran di sekolah dengan berdiskusi sendiri dengan temanku, bahkan tak jarang aku terlelap ketika pelajaran fisika terlebih bahasa inggris. Aku juga menikmati waktu-waktu lain yang aku punya baik di sekolah, warnet sampai di rumah sekalipun. Apa iku membuatku bodoh, jika yang kalian maksud dengan bodoh adalah nilai yang buruk maka jawabanku “ya”. Namun tetap saja aku tidak mempermasalahkan itu, dan aku bersyukur orang tua juga demikian, mereka selalu percaya padaku jadi aku tentu tidak akan pernah berniat mengecewakan mereka. Aku selalu ingat dan sadar, jika aku ngotot ingin menyaingi teman-temanku dalam hal pelajaran dengan istilah menjadi anak pintar, aku tak akan sanggup jadi aku lebih memilih melakukan hal-hal yang menurutku memang aku sukai. Aku ingat kalimat yang pernah diucapkan Ranchoo Ranchodas Cancha dalam film 3 Idiot, “Lakukan apa yang menggairahkan bagimu, maka kesuksesan akan mengejarmu”. Aku selalu tertawa dalam hati jika melihat temanku bangga hingga berlebihan saat mendapat nilai yang tinggi, padahal yah, aku tahu itu bukan nilai murninya.
Beberapa waktu yang lalu aku cukup tertegun dengan seorang penari jalanan. Aku melihat secara garis besar ia memiliki dua raut wajah, senang saat melihat orang datang dari dalam rumah dengan tangan menggenggam dan tertawa kecil dengan campuran kecewa saat melihat orang keluar rumah dengan ucapan bernada sedikit meninggi dan tidak menggenggam apapun. Aku ssempat mengikuti perjalanan wanita penari itu, meskipun tidak sejauh perjalanan yang pernah ia lewati. Aku merasa senang melihatnya, melihat ia menikmati hidup dengan suara gamelan yang terekam di radio boxnya, menikmati hidup dengan lambaian tangan gemulai saat mengikuti irama lagu yang diputar. Aku tertawa senang dalam hati, saat melihatnya menghitung recehan uang yang didapatnya. Aku mungkin bisa menebak, jika melihat dari ekspresinya uang yang dikumpulkan sejak pagi tadi mungkin masih dirasa kurang, sehingga ia beranjak dan pergi dengan semangat barunya. Saat aku melihat ini, aku jadi teringat betapa pintarnya orang-orang yang melakukan korupsi. Aku sangat yakin jika mereka adalah orang buta dan tuli, dan tidak pernah keluar rumah. Orang picik.
Kemarin adalah pengumuman hasil kebohongan ratusan siswa SMP, beberapa bisa jadi tidak berbohong namun aku yakin jika melihat suasana hampir keseluruhan melakukan kebohongan saat melakukan ujian nasional. Aku tidak merasa gugup hari ini seperti yang teman-temanku ungkapkan di akun facebok mereka. Aku ingat ini berawal dengan kebohongan, jadi artinya pengumuman ini adalah salah satu kepura-puraan. Beberapa orang hari itu memberiku selamat karena aku mendapatkan nilia yang cukup fantastis, namun kemabali lagi aku tertawa, dan dalam hatiku bertanya, “apa mereka bodoh, bukankah mereka tahu jika ini bukan hasil murni? Mengapa mereka menyelamatiku? Apa mereka menghinaku? Tidak. Mereka hanya lupa bagaimana ini berawal”. Yah, mungkin itulah orang Indonesia saat ini, hidup dalam kepura-puraan. Beberapa pura-pura senang mendapatkan sesuatu, aku selalu berharap masih ada kejujuran dalam diriku, dalam dirimu dan dalam diri kita.

0 comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More