Tak ada do'a yang tak
terdenganr oleh-Nya. Ya, aku percaya benar akan hal itu. Semua do'a
pasti terkabul. Entah sekarang atau esok. Jangan khawatir.
Liburan UAN kelas XII
Aliyah tahun ini adalah sebuah peristiwa yang sungguh merupakan
kejutan untukku. Kupikir liburan kali ini telah menjawab semua
permohonan yang pernah aku panjatkan, sekaligus ujung dari beberapa
problema yang sempat menghantuiku. Hari ini semua terjawab sudah.
Pertama, soal Dewi. Tak
ada lagi yang harus aku risaukan tentang dia. Itu adalah jalan yang
ia pilih sendiri. Di liburan ini, aku benar-benar tahu bahwa dia
menyimpan sebuah perasaan padaku. Ya, aku tahu itu dari beberapa
temannya yang menceritakan gelagat aneh si Dewi, termasuk diary
tentang aku yang ia tulis.
Ok. harus aku jelaskan
dulu, aku memang kagum pada si Dewi. Sekali lagi kagum. Ya, kagum
sodara-sodara. Mengapa? Karena kupikir ia adalah barometer baru yang
harus aku taklukan. Awalnya aku menganggap ia adalah partner kerja,
karena ia satu departemen denganku. Jujur, di mataku ia begitu hebat
dengan style bicaranya. Kupikir aku harus banyak belajar darinya.
Namun suatu ketika, aku
terjebak dalam perasaan aneh bernama asmara, aku sempat suka pada
Dewi, sebelum akhirnya aku tahu bahwa si dewi ternyata sudah memiliki
pacar. Aih, malang nasibku. Selain itu, di saat-saat seperti itu aku
justru malah teringat pada Nia. Kekasihku semasa SMP. Hatiku lebih
condong pada Nia, dan cenderung melupakan perasaan bodohku pada Dewi.
Ya meskipun aku tak tahu apakah Nia masih ingat pada atau tidak. But
it's no problem.
Masa-masa sulit akhirnya
kutemui, banyak berita simpang siur tentang aku dan Dewi beredar. Dan
hampir tiap malam aku berdo'a semoga Nia masih mengingatku, karena
hatiku benar-benar kalut oleh rinduku padanya. Pada Nia bukan pada
Dewi.
Banyak pula
masalah-masalah internal yang aku dapati selama berteman dengan si
Dewi, mulai dari kesalah pahaman, hingga masalah yang aku tak tahu
sabab musababnya. Aku, Nia dan Dewi. Kisah yang begitu rumit
sepertinya.
Dan hari ini semua lunas
terjawab. Di liburan kali ini, aku sempat bertemu dengan Nia, dan
subhanallah, ternyata Nia bukan hanya masih mengingatku, bahkan she
still love me. Oh. So sweet ya Rabb.
Semua berjalan seperti
seharusnya. Hatiku kembali terisi oleh Nia, begitupun hati Nia, kini
terisi olehku. Ah, tidak. Kami tak berpacaran. Kami punya prinsip
agar tak terlalu sering berkomunikasi, apalagi berjumpa. Karena
dengan kebiasaan itu, halhal yang harusnya istimewa bisa berubah
menjadi biasa. Tak lagi terasa indahnya. Intinya, aku menjaga hati
untuk Nia dan juga sebaliknya.
Aku tak menyangka, ternya
kesahrianku menulis nama “Nay” di pojok buku tulis akan berbuah
seperti ini. Kebetulan? Ah maaf, aku tak begitu percaya dengan
kebetulan. Karena aku yakin takdir memang berjalan dan tak pernah
salah, jadi tak ada yang pantas disebut sebagai kebetulan.
Bahkan bukan hanya
diriku, Ega kini juga merasakan hal yang membuat hatinya tenang.
Seorang lelaki muslim berwajah arabic keturunan Minang telah
menggandenganya, begitu juga dengan Evi. Anin kini sukses dengan
karya-karya seninya. Sementara aku masih sukses menulis takdirku
sendiri. Mengubah ambisi menjadi target.
Love n miss 4 u, Nay.
0 comments:
Post a Comment