Widget by Blogger Buster

7 Nov 2010


Jangan Bunuh Harapanku
(Curhatku Tentang Sekumpulan Pembunuh Keji
Yang Berusaha Membunuh Harapanku Selama Ini)


Matahari semakin rendah, seakan lelah untuk menananti pekerjaanku yang belum terselesaikan. Hari itu aku bersama teman-temanku yang kebetulan semua perempuan mengerjakan tugas yang telah tertunda, selain karena terlalu banyak omong mungkin kami terlalu banyak membicarakan hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan tugas yang akan kami selesaikan, sehingga tugas yang kami kerjakan tidak selesai sesuai target yang sudah aku tentukan.
Perut lapar, tugas banyak, semuanya seakan mamaksaku untuk mengelurkan energiku secara ekstra. Ditambah lagi sebelum itu kami bermasalah dengan pembina kegitan kami yang kebetulan adalah guru bahasa inggris kelas IX. Untung saja masalah kami tak berlarut-larut, dan dengan mudah kami melupakan masalah kami sejenak untuk berkonsentrasi mengerjakan tugas ini. Saat mengerjakan, kami memang ditemani oleh guru lain. Meskipun beberapa tidak melakukan apapun (hanya mengawasi) tapi kami sangat mengahargai itu.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 15.47, sementara itu pekerjaan kami beberapa masih belum terselesaikan. Saat itu semua tenang, dan seperti mendapat ilham, jari-jari lentikku seperti menari dengan cepat diatas keyboard laptop lenovo yang ada di depanku. Ya, aku saat itu mendapat pemikiran jernih dalam menulis seperti yang sering aku dapatkan pada malam hari, kata demi kata tersusun rapi  sehingga terbentuklah sebuah paragraf dengan beberapa kalimat di dalamnya.
Namun hal itu tak berlangsung lama, sampai salah satu temanku mengungkit masa laluku dengan seseorang yang aku sayangi, bahkan. Memang, menurutku dialah yang membuatku semangat dalam melakukan semua kegiatan. Namun setelah beberapa menit mereka bergunjing tentang cewek ini, tiba-tiba kata demi kata yang keluar dari mulut mereka seakan menusuk perasaanku. Mereka dengan bangganya menyalahakan diriku karena aku meninggalkan perempuan yang aku kagumi, mereka juga seperti malah MENGHARAMKAN aku untuk berdekatan dengan cewek kelahiran 2 Nopember 1995 ini. Disaat demikian aku memang terdiam, aku memang merasa sangat bersalah waktu itu, tapi tak seharusnya mereka membicarakan hal ini kepada orang lain. Mereka seakan tahu semua yang aku alami, padahal aku sendiri berani taruhan bahwa mereka tidak tahu menahu sedikitpun tentang pengalamanku saat aku masih bersama perempuan yang berjilbab itu. Mereka hanya tahu sebatas penilaian orang lain, jadi sama artinya mereka memelihara pendapat orang tak bertanggung jawab, dan yang paling membuat aku ingin berteriak dan menangis saat mereka membandingkan diriku dengan lelaki yang digembar-gemborkan dekat dengan perempuan yang aku sukai, apalagi mereka bilang kalau yang berpendapat demikian adalah perempuan yang aku harapkan itu, padahal setelah aku bertanya langsung kepada anaknya, dia tidak pernah berkata demikian, menurutnya itu adalah kebohongan yang dikarang mereka sendiri.
Lebih dari 30 menit mereka mencaciku, disaat seperti itu aku merasa tak berdaya dan seperti diremehkan. Entah mengapa, karena tidak kuat lagi dan aku menganggap mereka tidak punya perasaan. Mereka bilang kalau aku sudah ingin menangis, namun mereka tetap melanjutkan sehingga denga sedikit nada jengkel aku berdo’a agar mereka mendapat balssan yang benar-benar setimpal karena meremehkan aku.
Setelah kejadian itu, perutku terasa sangat lapar. Jadi aku berusaha untuk tetap diam. Tapi karena masih ada kata-kata yang mengusik gendang telingaku. “Sialan, orang tak punya perasaan” batinku. Daripada aku sakit hati lagi, aku langsung pulang tanpa menyapa anak-anak seperti biasanya. Jujur saja, selama perjalanan pulang aku hanya meyakinkan pikiranku, bahwa ia tidak begitu.
Mungkin saja seandainya aku bimbang dengan pikiranku, sekarang aku tak punya harapan yang membuatku semangat dalam melakukan kegiatan. Aku sadar, kata bapakku, “cinta tak harus memiliki” sehingga aku hanya sebatas suka, namun seandainya dia merespon baik ya. . . . .kebetulan saja, dan alhamdulillah, sampai saat ini aku masih bisa berkomunikasi dengan perempuan yang tinggal di Bulu  itu. Semoga ini akan berlangsung lama.  

0 comments:

Post a Comment

Powered By Blogger

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More